Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Superioritas Hukum Versus Moralitas Aparat Penegak Hukum

27 Maret 2019   16:52 Diperbarui: 27 Maret 2019   18:50 3872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dibenarkan adanya proses pengadilan yang diskriminatif, tidak jujur dan mementingkan kelompok tertentu, khususnya kelompok yang memiliki posisi sosial paling dihormati atau disegani seperti para pejabat tinggi negara. Semua warga negara mesti diperlakukan secara adil dan sama di hadapan hukum, agar hukum menjadi superior dan berfungsi secara sungguh-sungguh sebagai sarana untuk mencapai keadilan. Cita-cita tersebut hanya bisa diraih kalau aparat penegak hukum tetap konsisten terhadap cita-cita untuk menegakkan hukum sebaik mungkin dan mencari keadilan bagi semua pihak. Jika aparat penegak hukum tidak adil dalam menegakkan setiap perkara hukum, maka masyarakat tentunya akan memersoalkan sekaligus meragukan eksistensi hukum dan aparat penegak hukum. Keraguan tersebut dapat bermuara pada tindakan main hakim sendiri. Tindakan tersebut merupakan akumulasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum yang dicurigai memanfaatkan hukum untuk kepentingan ekonomi dan politik kelompok tertentu. Hal tersebut menyebabkan hukum menjadi inferior dan tidak mampu merespon secara adil persoalan-persoalan hukum. Oleh karena itu, aparat penegak hukum dituntut agar lebih serius dan konsisten menegakkan hukum bagi para pelanggar hukum agar ketegasan tersebut melahirkan kepercayaan dan keyakinan semua pihak akan keadilan dan kepastian hukum yang dapat dijamin oleh hukum.

Dalam Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan tentang kekuasaan aparat penegak hukum khususnya hakim sebagai aparat yang memiliki kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan "hukum" dan "keadilan". Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 juga menegaskan, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan "kepastian hukum yang adil". Penekanannya bukan hanya kepastian hukum, tetapi kepastian hukum yang memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak. Selain itu untuk mencapai keadilan hukum yang dikehendaki oleh semua orang, jika suatu peristiwa hukum tidak diatur sama sekali dalam undang-undang, maka hakim, misalnya, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

 Penegak hukum seperti hakim, misalnya, dalam memberikan keadilan kepada pencari keadilan, harus mempunyai itikad baik, yakni paham yang menunjuk kepada norma-norma tak tertulis dari budi dan kepatutan (kewajaran dan keadilan) yang hidup dalam masyarakat. Hakim hendaknya menggunakan hati nurani (kesadaran moral) berdasarkan keyakinan dengan alat bukti yang cukup untuk memutuskan suatu perkara agar dapat memberikan rasa keadilan dan kebahagiaan kepada para pihak dengan mengindahkan kode etik dan prosedur yang benar dalam praktiknya di pengadilan. Penerapan hukum positif oleh hakim mesti mengindahkan nilai-nilai dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat dengan sebaik-baiknya sehingga putusan yang dihasilkan oleh hakim bisa diterima dengan ikhlas oleh para pihak. Keikhlasan tersebut bisa menjadi barometer keadilan dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum. Moralitas aparat penegak hukum sangat dibutuhkan dalam penegakan hukum sebagai upaya untuk mencapai keadilan. Oleh karena itu semakin baik moralitas aparat penegak hukum, maka hukum akan semakin superior dalam upaya mencapai tujuan-tujuan hukum termasuk upaya mencapai keadilan. Tanpa aparat penegak hukum yang baik dan berbudi luhur, hukum di Indonesia akan menjadi benteng pelindung bagi penguasa dan pejabat negara. Aparat penegak hukum yang bermoral buruk dapat berlaku sewenang-wenang terhadap upaya mencapai dan bahkan mempermainkan keadilan yang merupakan tujuan hukum itu sendiri.

 

Batasan Konsep

Adapun batasan konsep dalam penelitian ini di antaranya:


Superioritas

Superioritas hukum adalah keunggulan, atau kelebihan dari hukum (Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, 1976: 569) . Hukum mesti menunjukkan superioritas atau keunggulan dalam menegakkan setiap kasus hukum, sehingga memunculkan pengakuan umum oleh masyarakat bahwa hukum memang sungguh-sungguh kredibel (dapat dipercaya) dan melindungi kepentingan semua pihak. Hukum hadir sebagai pengayom kepentingan dan juga rasa keadilan dalam masyarakat. Oleh karena itu, hukum tidak bisa diskriminatif sebab hal itu akan melemahkan hukum dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.

Hukum

Yang penulis maksudkan dengan hukum pada penelitian ini adalah hukum positif yaitu kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia. Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum positif suatu tatanan kaidah yang menentukan bagaimana suatu kehidupan bersama atau masyarakat tertentu pada suatu waktu diatur, dan bagaimana seyogianya orang itu berperilaku satu sama lain, maupun terhadap masyarakat atau sebaliknya. Dengan perkataan lain, hukum positif adalah hukum yang dibuat oleh otoritas negara yang berwenang, yang berlaku di suatu tempat dan pada waktu sekarang (Sudikno Mertokusumo, 2012:3).

Istilah 'positive' dipakai untuk memberikan maksud bahwa hukum itu ditetapkan dengan pasti, tegas, dan nyata (Muhamad Erwin, 2012:153). Oleh karena itu, dalam kaca mata aliran hukum positif, hukum tidak lain adalah perintah penguasa atau norma hukum adalah sah apabila ditetapkan oleh lembaga atau otoritas berwenang dan didasarkan pada aturan yang lebih tinggi. Norma hukum yang ditetapkan itu adalah undang-undang. Undang-undang adalah sumber hukum, di luar undang-undang bukan hukum (Muhamad Erwin, 2012:154). Hukum positif merupakan penjabaran dari konsep aliran positivisme hukum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun