Mohon tunggu...
Salsabila Pragita
Salsabila Pragita Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

————

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hydrangea

24 Februari 2021   01:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:43 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Elang terdiam, senyum di wajahnya kini menghilang. Ia menatap Lintang dengan pandangan rumit. Otak cerdasnya berusaha keras menerka-nerka tentang apa yang dipikirkan gurunya ini.

Elang mendesis pelan sebelum kembali berkata, “Saya tidak mengerti mengapa sejak tadi Bapak membahas Dirga.”

“Itu karena…” Lintang menyatukan kedua tangannya, meletakkannya di atas meja. Tubuhnya condong ke depan, kedua irisnya menatap Elang dengan sorot serius. “Saya ingin meminta bantuanmu.”

-

Bagian Kedua

Potret dalam figura berukuran 30 × 40 inci itu berisikan sepasang suami istri yang duduk berdampingan beserta dua orang putra yang berdiri di belakang mereka. Keempat orang itu memang menunjukkan senyumnya. Namun entah untuk alasan apa, rasanya sedikit sulit untuk menemukan pancaran bahagia dalam potret keluarga itu. Alih-alih kebahagiaan, empat pasang mata itu lebih menunjukkan tatapan rumit berisi ambisi yang besar. Benar-benar kompleks, terlebih untuk menjelaskannya.

Keluarga itu nampak begitu hebat, terlebih dengan deretan figura berisi piagam penghargaan yang terpasang pada dinding di sampingnya. Jangan lupakan figura-figura lain yang berjajar rapi di atas meja. Dua sosok pria berjas putih yang nampak hebat, sosok wanita dengan piala penghargaan di tangannya, serta sosok remaha dengan medali emas di lehernya. Semua itu lebih dari cukup untuk menggambarkan betapa hebatnya keluarga itu.

Namun, seorang yang kini memandangi bukti kehebatan itu justru menunjukkan senyum kecut di wajahnya. Terlebih ketika netra coklatnya itu menangkap sosok dirinya sendiri dalam potret-potret itu. Ia ingin tertawa, menertawakan dirinya sendiri. Entah mengapa ia merasa begitu menyedihkan berada di antara orang-orang “hebat” itu.

-

Cahaya lembut bulan masuk melalui celah-celah tirai yang tertutup. Malam semakin larut dan suasana makin hening. Waktu telah menunjukkan pukul satu malam, lazimnya, ini adalah waktu di mana semua orang beristirahat setelah hari yang melelahkan. Namun sepertinya itu tak berlaku bagi siswa SMA tahun terakhir bernama lengkap Elang Maharendra ini.

Sejak hari berganti, fokusnya tak beralih dari selembar kertas berukuran A4 di hadapannya. Pada bagian paling kertas tersebur, tertulis dengan huruf kapital bercetak tebal judul “Lembar Perencanaan Masa Depan”. Dari empat kolom yang tersedia, Elang baru mengisi satu kolom, kolom yang mengharuskannya menuliskan nama lengkap dan asal kelas. Sementara tiga kolom lain masih kosong.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun