Mohon tunggu...
Salsabila Pragita
Salsabila Pragita Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

————

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hydrangea

24 Februari 2021   01:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:43 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Menghela napas kasar, Lintang mengarahkan laser pointer di tangannya pada papan tulis, membuat tampilan berganti. “Kemudian yang kamu perlukan hanyalah kaki yang akan melangkah lebih jauh, tangan yang akan berbuat lebih banyak, mata yang akan melihat lebih lama, leher yang akan lebih sering mendongak, tekad yang setebal baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras, serta mulut yang selalu berdoa. Mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang mau kamu kejar, biarkan ia menggantung, mengambang lima sentimeter di depan kening kamu. Jadi dia tidak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa.”

Sesaat setelah menyelesaikan kalimatnya, Lintang mengalihkan pandangan, menatap siswa-siswi di hadapannya. Sebisa mungkin ia mengabaikan tatapan malas dan wajah lelah yang mereka tunjukkan padanya. Ayolah, dia juga lelah dan ingin segera mengakhiri ini. Jadi mari bekerja sama dan bertahan sebentar lagi, begitu pikirnya.

“Kalimat yang diucapkan oleh Zafran dan kawan-kawan sesaat sebelum memulai pendakiannya itu menjadi bagian yang cukup berkesan bagi saya. Dengan membacanya, saya seolah bisa merasakan tekad yang mereka miliki. Sejak awal mereka tahu bahwa semuanya tak mudah, namun mereka meyakini bahwa tekad yang kuat, mereka bisa menghadapinya, bersama-sama. Kalimat itu cukup menyentuh hingga membuat saya selalu mengingatnya, bahkan setelah saya menyelesaikan novel dan filmnya.” Lintang mengangguk-anggukkan kepala di akhir kalimatnya, lantas memandang siswa-siswinya satu-persatu.

Detik berikutnya, guru itu menepuk tangannya keras, mengubah raut wajahnya. “Ya, seperti itu contohnya. Setelah menuliskan ulasan film dan novel Indonesia, serta membuat perbandingan keduanya, saya ingin kalian menunjukkan pesan moral apa yang hendak disampaikan dari kedua karya tersebut. Alasan dalam pemilihan karya, pesan moral, serta kesan apa yang karya itu tinggalkan setelah kalian menyelesaikannya. Kalian boleh menunjukkan beberapa kutipan dialog, adegan, atau apapun itu. Tunjukkan kreatifitas kalian dan kerjakan sebaik mungkin. Pengerjaan bisa mulai dilakukan setelah pertemuan ini.”

Lintang berjalan ke belakang meja tempatnya menaruh proyektor dan laptop, proyektor dimatikan, halaman yang ditampilkan di papan tulis menghilang. Setelahnya, ia terlihat fokus pada laptopnya, meski mulutnya masih berbicara, “Pekerjaan kalian cukup banyak, mengerjakannya sendiri pasti membuat kalian kerepotan. Tapi mengerjakannya bersama terlalu banyak orang pun akan menyulitkan kalian dalam menentukan karya yang akan kalian ulas. Jadi, untuk tugas ini, saya akan membagi kalian dalam kelompok kecil yang terdiri dari dua anggota.” Lintang mengambil jeda pada ucapannya, lantas mengambil sebuah map dari dalam tasnya.

“Ketua kelas akan mengumumkan pembagian kelompoknya,” ujar Lintang seraya menyerahkan selembar kertas pada siswa yang duduk tepat di depan meja guru.

“Sebelum pertemuan ini saya akhiri, apa penjelasan saya mengenai tugas ini sudah dapat dipahami?” Lintang bertanya, yang langsung dijawab sahutan mantap siswa-siswinya. Ia mengangguk sebagai respon, namun tiba-tiba teringat sesuatu.

“Soal lembar perencanaan masa depan, saya harap kalian segera mengisinya. Sesi konseling akan dimulai minggu depan, jadi saya harap kalian sudah mengumpulkannya sebelum tanggal empat.” Lintang menatap siswa yang duduk tepat di depan tempatnya berdiri, sang ketua kelas, “Ketua kelas, tolong diingatkan teman-temannya.”

“Baik Pak!” sahut ketua kelas itu dengan anggukkan singkat.

“Baik, terima kasih untuk hari ini, sampai jumpa di pertemuan selanjutnya,” Lintang pamit undur diri setelah merapikan barang-barangnya, kemudian pergi meninggalkan ruang kelas.

-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun