Mohon tunggu...
Salsabila Pragita
Salsabila Pragita Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

————

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hydrangea

24 Februari 2021   01:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:43 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

‘Ide tidak bagus’ yang beberapa saat lalu Lintang tawarkan justru membawa dua siswa dengan kepribadian bertolak belakang itu berada di sini, di dalam tempat tinggalnya. Jika Elang adalah seorang pendebat yang baik, maka Lintang adalah seorang pembujuk yang sangat baik. Gurunya yang gemar ‘memaksa’ itu pada akhirnya berhasil ‘menyeret keduanya masuk.

“Apa kamu tertarik pada bunga atau tertarik pada lukisan?” tanya Dirga pada Elang yang sedari tadi begitu betah memandangi lukisan bunga-bunga kecil yang terpajang di dinding ruang tamu Lintang. Dirga tidak tahu jenis bunga apakah itu, sekilas formasinya mengingatkannya pada salah satu jenis sayuran… entahlah, Dirga juga tidak yakin karena ia sendiri tidak ingat nama jenis sayuran itu. Untuk apa juga pembenci sayur harus menghafal nama-sama sayuran.

Elang menoleh pada Dirga yang telah berdiri di sampingnya, menatapnya sejenak sebelu kembali mengalihkan pandangannya pada objek semula. 

“Tidak keduanya,” jawab Elang singkat, namun langsung menambahkan karena merasa bahwa jawabannya tidak akan membuat Dirga puas. “Hanya sedang menebak-nebak, dari semua jenis bunga, mengapa harus hydrangea yang harus dijadikan pajangan.”

Hydrangea?” ujar Dirga mengulangi. Ia ingat sekarang, jadi bunga mirip kembang kol itu bernama hydrangea. Apa itu bahasa asing? Apa bunga itu tidak berasal dari dalam negeri? Dirga agak penasaran, namun tidak tertarik untuk mengajukan pertanyaan.

“Sebenarnya tidak ada alasan khusus, saya hanya menyukai makna yang ditunjukkan dari bunga itu.”

Dirga dan Elang menoleh di waktu yang bersamaan. Keduanya mendapati Lintang berdiri di belakang mereka, kini dengan pakaian rumah dan handuk yang tersampir di lehernya. Elang lagu-lagi mengembalikan pandangannya pada objek yang sejak tadi menarik perhatiannya. “Ucapan terima kasih yang besar?” tanya Elang retoris.

Tentu saja Elang mengetahui makna dari bunga hydrangea itu. Ibunya selalu mendapatkan buket bunga-bunga kecil itu setiap tahun. Pernah sekali ia bertanya akan alasannya. Mengapa hydrangea? Mengapa bukan bunga mawar saja yang umum orang gunakan untuk mengekspresikan perasaannya?

“Lukisan bunga hydrangea seperti sebuah motto yang mengingatkan saya untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama, untuk selalu memberi bantuan pada semua orang selagi kita bisa,” Lintang menjeda ucapannya, menarik napas lalu menghembuskannya perlahan, “Itu memberi pengajaran yang mengingatkan saya setiap hari.”

Elang tak melepaskan pandangannya dari lukisan di hadapannya, ia terlihat hanya memperdulikan itu. Namun sebenarnya ia menyimak satu-persatu kata yang keluar dari bibir Lintang. Bunga hydrangea melambangkan ucapan terima kasih yang besar, itulah yang ia ketahui, sebenarnya hanya sekadar menambah pengetahuannya saja, bukan untuk memahami maknanya. Ia tak pernah tahu bahwa ucapan terima kasih yang disampaikan melalui hydrangea menyimpan makna yang begitu mendalam.

Dirga yang sejak tadi tidak turut serta pada percakapan Elang dan Lintang, diam-diam menyimpan baik-baik bentuk bunga yang dilihatnya dalam memorinya, bersamaan dengan makna menyentuh yang dilambangkan melalui formasinya yang unik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun