Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Negeri 5 Menara, dan Sang Pencerah. Baru itu yang terpikir olehku menarik untuk dibahas. Baca ulasan film dan novelnya di internet. Aku harap kamu setidaknya sudah menonton filmnya.
Katakan jika kamu mempunyai rekomendasi lain.
“Apa dia tidak salah kirim?” tanya Dirga pada entah pada siapa, matanya berulang-ulang membaca pesan yang Elang kirim, seolah berusaha mencari kejanggalan di dalamnya.
“Tapi aku memang satu-satunya rekan kelompoknya,” ujarnya lagi.
“Tapi ini aneh.” Dirga melanjutkan monolognya.
“Apa otaknya terganggu karena terlalu banyak belajar?”
Dirga terus menyuarakan isi pikirannya dalam bentuk monolog yang agak sedikit aneh. Jika orang lain melihatnya, mereka mungkin menyarankannya untuk menemui dokter jiwa.
Namun tingkah aneh Dirgantara ini benar-benar alasan, kebingungannya muncul bukan tanpa sebab. Pasalnya Elang, siswa teladan serba bisa itu baru saja mengiriminya pesan, di mana ia menanyakan pendapat Dirga.
Serius, Dirga sama sekali tak melebih-lebihkan apapun. Ia telah berada di kelas yang sama bersama Elang sejak kelas 1 SMP. Mereka memang tidak dekat, namun 6 tahun merupakan waktu yang cukup lama untuk mengenali setidaknya sedikit tentang kepribadian orang lain. Elang yang Dirga kenal selalu melakukannya semuanya sendiri, semua orang mengakui kehandalannya dalam bidang apapun yang dia tekuni, maka jangan tanyakan soal hasil pekerjaannya. Elang cenderung keras kepala dan kurang bisa menerima pendapat orang lain, tidak, dia bahkan tak pernah menanyakannya dan melakukan semuanya berdasarkan pemikirannya sendiri.
Segala tentang Elang yang Dirga ketahui membawanya pada satu kesimpulan bahwa seorang Elang Maharendra, sangat mustahil untuk menanyakan pendapat rekan kelompoknya sendiri, terlebih jika orang itu macam dirinya. Dan hal yang tengah terjadi saat ini, benar-benar tak terduga.
“Pak Lintang?” tebak Dirga. “Tapi apa yang Pak Lintang katakan pada batu macam dia?” ujarnya tak yakin.