Mohon tunggu...
Salsabila Pragita
Salsabila Pragita Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

————

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hydrangea

24 Februari 2021   01:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:43 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Benar, Lintang dan segala yang dilakukannya benar-benar membuat Dirga terusik. Pria itu selalu menemukan keberadaannya kapanpun ia membolos, memberinya pesan singkat tentang tugas-tugas yang harus ia kerjakan atau mungkin ulangan harian yang harus ia hadapi, dan sungguh itu adalah upaya yang sangat sia-sia untuk dilakukan. Dirga tak pernah peduli dengan nilai-nilainya, mungkin dulu pernah, ketika ia duduk di bangku taman kanak-kanak.

Segala gangguan itu tak berhenti cukup di sekolah. Karena guru yang merupakan wali kelasnya itu sialnya harus bertetangga dengannya. Mereka tinggal di lantai gedung apartemen yang sama, dan itu sungguh membuatnya jengkel. Setiap kali mereka berpapasan, gurunya itu akan memberinya ceramah panjang lebar dengan topik yang berbeda setiap harinya. Dirga tak akan dibiarkan masuk rumah sebelum ceramahnya itu selesai. Lintang akan berdiri di depan pintu apartemennya, mencegahnya masuk. Itu berlangsung hampir setiap hari, begitu sering hingga tanpa sadar membuatnya cukup terbiasa.

“Pembagian kelompok untuk tugas akhir sudah diumumkan,” ujar Lintang tiba-tiba, membuyarkan lamunan Dirga.
Ketika Lintang berbalik, Dirga memalingkan wajahnya, kembali menutup matanya. Ia hanya berdecak pelan namun tetap melanjutkan kalimatnya, “For your information, saya menjadikan Elang sebagai rekan satu kelompok kamu.”

Dirga masih memejamkan matanya, berusaha tak acuh pada apapun yang Lintang katakan. Namun Lintang sama keras kepalanya, pria itu terus berbicara bahkan saat Dirga dengan sengaja kembali menutup wajahnya dengan jaket.

“Bukankah Elang itu rekan satu tim yang sempurna? Selama ini dia selalu melakukan yang terbaik dan menjadi kebanggaan para guru. Berada dalam satu kelompok yang sama dengannya berarti kamu mendapat jaminan besar. Jadi saya harap kamu berusaha keras kali ini,” ujar Lintang dengan tenang. Ditatapnya jaket yang menutupi wajah Dirga, kemudian satu helaan napas kasar terdengar.

“Jangan lupa bersihkan sampah-sampah ini. Petugas kebersihan sekolah kita sudah memiliki banyak pekerjaan. Cobalah sedikit bersimpati pada mereka.” Setelah mengatakannya, Lintang berbalik, hendak berjalan pergi. Namun baru dua langkah ia berjalan, ia berhenti ketika benaknya mengingat sesuatu.

“Satu lagi!” seru Lintang seraya berbalik, kembali menghadap Dirga. “Jangan lupa untuk mengumpulkan lembar perencanaan masa depan, tenggatnya sebelum tanggal empat bulan depan.”

Lintang benar-benar pergi meninggalkan atap sekolah setelahnya, menyisakan Dirga yang kini tersenyum kecut dari balik jaketnya. Masa depan? Dirga ingin tertawa keras-keras setiap kali mendengarnya. Masa depan adalah frasa yang telah lama ia hapus dari hidupnya. Baginya, masa depan hanyalah bagian dari delusi bodoh yang menyedihkan. Sesuatu yang semakin keras berusaha untuk diraih, maka yang terlihatnya hanyalah segudang kemustahilan.

-

“Elang Maharendra!”

Siswa yang dipanggil Elang Maharendra itu mengangkat pandangannya yang semua terfokus pada ponsel di tangannya. Meski wajah menunjukkan raut kebingungan, ia menundukkan kepalanya dan tersenyum sopan pada sosok Lintang yang berdiri beberapa metar di depannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun