“Ssssttt! Paman datang,” Bennosuke memperingatkan ketika ia melihat Dorin berjalan mendatangi tempat mereka.
Keduanya langsung terdiam dan melanjutkan aktivitas mereka sebelumnya. Otsu sibuk memerhatikan lembaran kertas di atas meja kecil tempat Bennosuke belajar menulis – sambil tersenyum simpul. Bennosuke menyiapkan peralatan untuk pelajaran membaca dan menulis.
“Apanya yang mirip teru teru dorin?” tanya Dorin begitu ia sampai di tempat kedua anak itu. Ia berdiri tegak di hadapan Bennosuke sambil berkacak pinggang dan bermuka masam.
“Eh?” Bennosuke terkejut. Paman mendengarnya?
Bennosuke menengadahkan wajahnya – memandang Dorin sambil melongo. Yang dipandang tampak memelototinya.
Otsu kembali tertawa ketika ia melihat gaya Dorin berhadapan dengan Bennosuke – namun ia berusaha menahan tawanya itu.
“Ah, Guru Dorin. Selamat pagi,” katanya sambil menundukkan kepala dengan mulut tersenyum. Suara ‘hehehe’ perlahan terdengar dari mulut mungilnya.
“Selamat pagi, Otsu,” sahut Dorin yang lalu melirik ke arah teru teru bozu yang sudah dipermak itu – dan kini berada dalam genggaman tangan kiri Bennosuke. Matanya langsung mendelik.
Jadi itu yang namanya teru teru dorin.
Dorin sebenarnya ingin tertawa melihat wajah benda itu. Alis, mata, dan mulutnya betul-betul menyerupai bentuk karikatur dirinya.
Sementara Bennosuke menjadi serba salah.