Dia menangis?Dorin seperti merasakan apa yang dirasakan anak itu.
Bennosuke mengatupkan rahangnya – mencoba mengendalikan emosinya. Ia sedih, marah, dan kecewa. Tetapi ia tahu keputusan ayahnya sudah bulat. Tak akan ada yang bisa mengubahnya – apa pun itu, siapapun itu. Munisai adalah seorang laki-laki yang berwatak keras. Ia tidak pernah menarik kembali kata-kata yang telah diucapkannya.
Bennosuke berusaha mengatur napasnya, mencoba bernapas dengan teratur seperti yang biasa ia latih saat bermeditasi.
Ketika ia mulai berhasil menenangkan dirinya sejenak, tiba-tiba semua hal-hal yang tidak menyenangkan tentang ayahnya muncul di benaknya.
Sejak dulu Ayah tidak suka padaku, Ayah tidak pernah dekat denganku, kami berdua memang tidak akan pernah bisa akrab.
Konsentrasinya menjadi goyah. Semakin dipikirkan, bayangan ayahnya semakin jelas terbayang dan Bennosuke semakin merasa tertekan.
Dari dulu aku tahu Ayah membenciku.
Namun demikian ia tetap tidak mampu menemukan alasan mengapa ayahnya menginginkan ia pergi dari rumah ini.
Apa sebenarnya kesalahanku? Apa yang telah kuperbuat? Sebegitu bencinyakah Ayah padaku?
Bennosuke merasakan dadanya sesak.
Katakan … katakan padaku, Ayah, apa yang telah kulakukan?