“Ah, sebentar,” Bennosuke mengambil alat tulisnya, ia lalu duduk bersila dan menyapukannya kuas itu di bagian wajah teru teru bozu pemberian Otsu. Ia menambahkan alis, menggambarkan garis pada kedua matanya, dan mengubah sedikit bentuk mulut yang sudah dibuat Otsu.
“Eh, kamu apakan teru teru bozu-nya?” tanya Otsu yang kini sudah duduk bersimpuh di samping Bennosuke dan memerhatikan apa yang dilakukan bocah itu.
“Ini. Sudah mirip kan, sekarang?” Bennosuke memperlihatkan boneka itu pada Otsu.
Mirip? Mirip apa? Mirip siapa? Otsu mendekatkan wajahnya dan memandangi boneka itu dengan saksama. Wajahnya menunjukkan kebingungan.
“Ini teru teru dorin,” kata Bennosuke sambil tersenyum – menahan tawa.
Otsu membelalakkan matanya. “Teru teru dorin?” Ia kembali memerhatikan boneka kain yang sedang dipegang Bennosuke itu.
“Hahahahaha!” Otsu tertawa terpingkal-pingkal. Teru teru bozu buatannya – yang sudah diubah tampangnya itu oleh Bennosuke, memang mirip dengan Dorin.
Bennosuke pintar sekali menggambar wajah Guru Dorin! Otsu terus tertawa.
Bennosuke ikut tertawa. “Mirip ya, teru teru dorin,” katanya.
Otsu kembali tertawa.
Tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Bennosuke merasakan kehadiran seseorang. Seseorang yang sepertinya ada hubungannya dengan apa yang sedang mereka bicarakan.