"Dengarkan Ibunda. Jika ananda belajar di tempat ini, selain ananda bisa menimba ilmu dan kemanan ananda terjamin, ananda juga bisa menjalin hubungan yang baik dengan para pejabat penting melalui anak-anak mereka." Ratu tersenyum antusias, "Dengan demikian dukungan terhadap ananda akan semakin bertambah. Dan hal ini tidak bisa didapatkan di tempat Erick menempuh pendidikan saat ini. Murid-murid yang ada di sana... begitu beragam. Ibunda khawatir ananda tidak akan betah bila berada di sana."
Ivan hanya tersenyum kecil mendengar ucapan ibunya. Ia lalu menghela nafas dan menutup map itu,
"Baiklah, Ibunda Yang Mulia. Ananda akan mempertimbangkannya." Ivan menatap Ratu dengan ekspresi sayang, "Tapi ananda berharap, apapun keputusan yang nanti ananda ambil, Ibunda Yang Mulia bisa menerimanya."
Ratu terlihat ragu,
"Mmm... Ibunda akan mencoba mengerti."
Ivan tersenyum lembut pada Ratu.
@@@
Aya terlihat lelah. Ia sudah mendatangi banyak tempat, namun belum juga ada hasilnya. Setiap kali ia keluar dari sebuah tempat, ia mencoreti kertas yang ada di tangannya dengan wajah kecewa.
"Yaa... ditolak lagi" keluhnya lesu, kembali mencoreti kertas yang ada di tangannya. "Kalau terus begini, bagaimana caranya untuk menghasilkan uang? Apa mesti nyopet?!" sontak Aya menggelengkan kepalanya dengan kuat mengusir pikiran itu, "No..no...no! Aduh Ayaaa, kenapa sampai kepikiran itu sih! Amit-amiiit! Astaghfirullah al aziiimmm! Ogah!" tegasnya sambil memukul-mukul kepalanya dengan frustasi, "Dasar bego! Apapun yang terjadi, tidak boleh menggunakan cara yang tidak benar! Itu bukan uang halal!"
Aya menghembuskan nafas dengan keras dan mengepalkan tangannya di depan dada,
"Ayo Aya! Jangan menyerah! Harus semangat! Tidak boleh putus asa!" Aya lalu mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dan berseru penuh semangat, "Berjuang! Hidup atau mati! MERDEKA!" teriaknya.