Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pelajaran tentang Pluralitas

10 Januari 2023   12:33 Diperbarui: 13 Juli 2023   09:00 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari situlah juga terjadi proses pembentukan rangkaian relasi-relasi antara kenyataan yang dihadapi dan representasi yang tersuguhkan di depan kita. Fakultas hasrat melibatkan psikologi. "Aku damai, Anda bahagia," "Aku bersalah, Anda memaafkanku." Dalam Writing and Difference (2001), Jacques Derrida mencoba mengorelasikan rangkaian pernyataan-pernyataan afirmatif tentang keserbaragaman diskursus, "bahwa penduduk terdiri dari berbagai macam latar belakang secara epistemologis, ontologis, dan fenomenologis, yang berusaha untuk tidak terjadi kebungkaman di bumi." Dia percaya pada ruang komunikasi, yang tidak lebih titik partikularitas dari ruang manusia.

Derrida menyatakan "wajah" sebagai konsep dari Levinas bukanlah sejenis bentuk yang terulang dari dunia ini. "Aku tidak mungkin berbicara dengan sang Lain, membuat sebuah tema sang Lain, mengucapkan sang Lain sebagai obyek dalam akusatif". 

Mungkin juga tidaklah berlebihan, jika pluralitas obyek sedang menuju ke obyek a priori, dan obyek a priori menyediakan dirinya sebagai bagian dari obyek diskursus. Obyek pluralitas dan obyek perbedaan bisa jadi merupakan bagian dari obyek a priori, sebagaimana kita tidak perlu khawatir pada keserbaragaman diskursus seiring dengan keserbaragaman inderawi.

Seseorang mengajukan pertanyaan. Mungkinkah pluralitas obyek sesuai dengan representasi obyek (intelek atau indera)? 

Orang memiliki hasrat untuk hidup bersama dalam perbedaan juga suatu kekuatan dari sintesis a priori ala Kant. Kita masih bisa mengajukan pertanyaan berulang-ulang tentang rangkaian relasi-relasi tertuju pada representasi subyek yang dikaitkan dengan disiplin psikologi dan representasi obyek dengan disiplin ekonomi atau diskursus medis. 

Akan tetapi, setiap ide tentang pluralitas memiliki bentuk logis tidak bisa disamarkan oleh prinsip pengulangan dan dibingungkan oleh diskursus ilmiah seperti disiplin psikologi, ekonomi, dan lainnya. Kita masih terus maju beberapa langkah dan terus mengontrol cara berpikir dan berbicara tentang perbedaan sebagai anugerah. Terlepas senang atau tidak, kita tidak bisa membiarkan kedok menutupi kenyataan atau noda apapun yang melekat pada wujud kehidupan, yang menjadi bagian dari kita sendiri.


Saudara, teman, dan tetangga, musuh atau mereka bukan musuh. Karena kita semua terdapat proses pembentukan relasi-relasi. Untuk apa kita banyak berbicara. Sementara keharmonisan dan kemurahan hati sebagai syarat toleransi dirusak oleh kebencian merajalela antara manusia. Pada orang yang sama berbicara dengan dia dan membebaskan bahasa: "Aku" adalah dia. Aku hidup, dia sendiri adalah sang Lain melalui "Kita Semua." 

Kalimat seperti: "Kita telah menunjukkan bahwa 'Satu' adalah bukanlah sang Lain dan subyek tunggal", dalam ruang bersama secara sadar atau tidak sadar telah melibatkan pernyataan-pernyataan yang syarat ucapan dan teksnya sangat situasional, jika bukan dikatakan kontekstual yang tidak tersyaratkan. Dia bertahan pada situasi keindependenan eksistensi yang tidak perlu dimunculkan oleh individu-individu yang sama saat Aku adalah dia, yang berbicara baru saja berlalu dari sini.

Syarat-syarat yang diajukan sebagai rangkaian relasi-relasi yang masih dibicarakan tidak sedikit jumlahnya. 

Apapun alasan yang kita ingin bicarakan dan dimanapun berada. Aku adalah dia dan sang Lain sebagai subyek atau obyek tidak lagi dalam pengulangan yang sama, tetapi dalam yang berbeda. 

Dalam teks Difference and Repetition (1994), Gilles Deleuze menandainya di ujung kalimat: ... "dan dimanapun sang Lain dalam pengulangan yang sama." Aku dapat menerima kenyataan bahwa orang-orang harus tegar dan berlapang dada dengan diskusi tentang pertentangan yang menyita perhatian di mana kita bicara saat ini.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun