Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pelajaran tentang Pluralitas

10 Januari 2023   12:33 Diperbarui: 13 Juli 2023   09:00 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketidakhadiran perbedaan murni berubah menjadi perbedaan-perbedaan lainnya, yang pada akhirnya perbedaan-perbedaan alami, esensial, artifisial, absolut, kecil, dan besar saling memposisikan dirinya sendiri dengan apa yang disebut diskursus filosofis. Kelompok pernyataan tidak menjadi tempat terjadinya relasi antara perbedaan dan kemunculan peristiwa-peristiwa diskursif tertentu (politik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi) selama tidak membuka jalan seluas-luasnya bagi pluralitas.

Rangkaian perbedaan dan gagasan yang berlawanan antar kelompok kembali dipluralitaskan secara khusus atau ditangani dengan cara tertentu. 

Seseorang mencoba menemukan apa maksud dan tujuan pernyataan-pernyataan, seperti seakan-akan berbicara dengan kata-kata tanpa berpikir terlebih dahulu hingga menjurus pula pada tindakan yang tidak masuk akal. 

Sebagian pernyataan tertulis dan pidato-pidato yang mengandung 'doktrin kebenaran' tertentu tidak harus membuat orang berpikir logis. Atau ia dianggap memiliki tindakan yang tidak masuk akal datang dari sebuah doktrin yang sama dibentuk dan disebarkan oleh ideologi konservatisme yang anti pluralitas atau pluralisme di sekitar kita.

Wilayah pembentukan pluralitas tidak bisa menghindari ujaran-ujaran yang memasuki arena diskursus, yang menghubungan doktrin, mencakup kata-kata dari si pembicara dengan individu-individu sebagai pendengar. 

Setiap pengetahuan tentang pluralitas berada dalam garis pemisah konflik sosial yang ditularkan oleh sosok-sosok ideologis 'tertutup', yang berseberangan dengan sosok-sosok epistemologis, yang sama-sama memainkan dan meneguhkan diskursus. Sesuatu hal yang menarik. Pertama, permasalahan perbedaan terlibat dalam kemiripan antara doktrin-doktrin dan diskursus ilmiah dan pengendalian diskursif hanya mengarah pada bentuk atau muatan dari keyakinan dan ujaran yang disebarkan keluar. 


Bukan dari si penceloteh atau si pembicara. Dari kelompok doktrinal (seperti agama, politik dan filsafat) memiliki daya pikat, yang membuat individu dan jamaah berada dalam kepatuhan doktrinal melalui 'si penulis dan si pembaca', 'si produser dan si konsumer', 'si pembicara dan si pendengar' dengan mekanisme tertentu.9 Kedua, wilayah doktrinal bersama strategi dan mekanismenya ternyata tidak memerhatikan lagi aspek nilai maupun diskursus filosofis dan diskursus ilmiah. 

Dalam perkembangan terakhir, terdapat kemiripan ditunjukkan oleh doktrin ideologis dan genre pemikiran filosofis yang mengarah pada subyektifitas, dibandingkan disiplin ilmiah masih bersifat obyektif atau terbuka.

Namun demikian, semuanya beriringan memasuki wilayah pembentukan obyek-obyek diskursus. Setiap diskursus akan bersentuhan dengan rangkaian peristiwa penampilan verbal dan penyisihan ritualisasi kata dengan mekanisme kepatuhan atas kemajemukan.

Lain pula, ketika pluralitas melulu agama. Pluralitas begitu luas cakupanya. Ia tidak pernah diperjelas dalam penafsiran tunggal alias satu pemikiran saja.  
 
Tatanan bersifat plural dan bersentuhan dengan satu sistem pengetahuan. Tentu saja, ia berbeda dengan diagnosa penyakit dalam diskursus kedokteran, yang tidak mereduksi patokan-patokan keilmiahan sejalan dengan nalar positivitas yang ditopang oleh metode verifikasi.

Mungkin, di tengah ketumpang-tindihan masih terdapat relasi ideologi terhadap ilmu pengetahuan, yang dituntut keterlibatannya dalam krisis demi krisis tanpa perbedaan maupun permasalahan pluralitas yang membayanginya.
 
Permasalahan pernyataan dan pandangan negatif bisa jadi tidak dipluralitaskan pertentangan, yang membentuk ulang diskursus lain, kecuali ditemukan kembali ucapan-ucapan yang tidak ada titik akhirnya, yang gaungnya didengar dan diterjemahkan oleh orang.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun