Mohon tunggu...
bucek molen
bucek molen Mohon Tunggu... Konsultan

Pernah tinggal di banyak kota, mencintai beberapa orang, dan menyesali hampir semuanya. Menulis bukan untuk didengar, tapi agar suara-suara dalam kepala tak meledak diam-diam. Tidak sedang mencari pengakuan, hanya menaruh serpihan hidup di tempat yang tidak terlalu ramai.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Cinta Segitiga yang Aneh di Sekolah Favorit

10 Juli 2025   14:22 Diperbarui: 12 September 2025   07:03 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesaat sebelum proklamasi by kasep foro

Bab 12 -- 100 Meter dari Garuda dan Kalimat Paling Serius dari Anak Paling Santai

Weekend itu papa dan mama ke Singapore liat ade ku, kangen katanya,

Jadi Minggu itu aku bebas pergi dari pagi, Angga jemput. Mau ngajak jalan-jalan.
Dia pakai kaus putih, jeans, dan jaket Grifone warna hitam.
Aku pakai kaus putih tanpa lengan, dengan luaran jaket bomber ---punya dia.

Pertama Kami pergi ke Jalan Mayjen Sutoyo dekat RS Umum Jambi, dia ajak aku makan dendeng batokok khas Kerinci,enak banget aku sampai tambah dendengnya dua kali, rumah makan itu dekat kerumahku tapi aku malah tidak tahu, pinter dia nyari tempat makan

Lepas itu Kami mampir sebentar ke kopi HOHO di depan hotel Abadi.
Beli roti bakar isi srikaya , susu Ultra rasa stroberi, dan orange juice merek Gogo.

Aku kembali ngecengi Angga.
Wajah sangar tapi minumnya susu stroberi.

Angga bilang,
"Dari kecil aku minum ini kalau ada sesuatu yang bikin aku senang atau sedang merayakan sesuatu."
"Apa tuh?" tanyaku.
"Nanti juga kamu tahu sendiri."

Angin berembus pelan, bawa bau tanah kering dan asap dari pembakaran ladang entah di mana.
Aku duduk di ujung saung kecil, di tengah kebun kacang panjang milik orang tuanya Adi---teman sekelas kami.
Kalau kamu landing di runway 31 maka tempat itu pas ada di sebelah kanan di ujung runway.
Kami ngobrol seperti biasa Tapi sore itu terasa... lain.

Langit oranye kemerahan. Awan menggumpal seperti lukisan minyak.
Dan di kejauhan, sebuah Boeing 737 classic milik Garuda Indonesia bersiap di ujung runway.

Angga menuang kopi dari termos kecil. Masih kopi AAA yang sama. Harum dan pahit.
Kami duduk dalam diam yang cukup lama.

Lalu, saat suara mesin pesawat mulai meraung, dia bicara:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun