Mohon tunggu...
A. Bimantara
A. Bimantara Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Mathla'ul Anwar Pandeglang-Banten

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelanggaran Pemilu: Kajian Normatif Atas Subyek Hukum dan Sanksi

28 Juli 2025   00:01 Diperbarui: 28 Juli 2025   00:01 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

C.   Gagasan Reformulasi Hukum

 

  • Sebagai bagian dari rekomendasi normatif (ius constituendum), berikut beberapa usulan reformasi:
  • Penguatan asas pertanggungjawaban pidana korporasi untuk partai politik.
  • Pembentukan peradilan pemilu khusus agar proses penyelesaian pelanggaran lebih fokus dan cepat.
  • Revisi UU Pemilu untuk memperjelas batasan dan konsekuensi hukum terhadap pelanggaran, terutama yang berdampak sistemik.
  • Peningkatan peran Bawaslu dan pengawasan publik, termasuk pelibatan masyarakat sipil dan media.

 

Asas kepastian hukum (legal certainty) menurut Gustav Radbruch adalah bagian dari tiga nilai dasar hukum: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Tanpa kepastian hukum, aturan pidana tidak dapat ditegakkan secara efektif[9].

 

Namun, dalam konteks hukum pemilu, terdapat ketidakjelasan norma, antara lain:

 

  • Penafsiran “politik uang” yang terlalu sempit.
  • Tidak adanya mekanisme hukum acara pidana khusus pemilu.
  • Batas waktu penyelesaian perkara yang terlalu pendek dan tidak fleksibel.

 

Menurut Jimly Asshiddiqie, pelanggaran pemilu yang tidak ditangani secara tegas akan merusak legitimasi politik dan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi[10].

 

Tindak pidana pemilu seringkali berkaitan dengan tindak pidana korupsi seperti penyuapan dan gratifikasi terhadap penyelenggaran pemilu seperti KPU dan Bawaslu. Untuk itu diperlukan pengawasan yang kuat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Teori keagenan menyatakan kalau korupsi terjadi jika tidak terdapat pengawasan yang cukup pada perilaku agen. Agen akan cenderung melakukan korupsi jika ia tidak diawasi, atau dengan kata lain, memiliki keunggulan informasi daripada prinsipal (atasan). Keunggulan atau asimetri informasi ini membuat agen mengeksploitasi informasi untuk mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri. Keuntungan yang dimiliki oleh pihak yang mampu memengaruhi keputusan ini kemudian digunakan untuk memuaskan pihak-pihak yang menginginkan keputusan pasti.[11] Tanpa pengawasan atau penegakan hukum dan tanpa kemampuan dari prinsipal untuk menyediakan insentif yang cukup agar agen mematuhi peraturan, maka korupsi akan terjadi berkelanjutan. Teori ini menjelaskan korupsi besar dan korupsi legislatif dimana sebagian dari masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup untuk melakukan pengawasan atau pemberian insentif. Pejabat atau legislator akan memilih anggota masyarakat yang memiliki banyak insentif bagi dirinya sendiri untuk diprioritaskan dalam kebijakan publik ketimbang diarahkan pada seluruh warga masyarakat yang membutuhkan. [12]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun