Salah satu penyebab mengapa perselingkuhan bisa menyelinap adalah karena banyak pasangan tidak diberi ruang untuk mengalami krisis secara sehat. Dalam budaya yang memuja relasi harmonis dan selalu bahagia, krisis sering dianggap sebagai tanda kegagalan, bukan sebagai bagian alami dari pertumbuhan relasi.
Intervensi preventif yang bijak adalah yang:
Menyediakan forum dialog tentang realitas naik-turunnya relasi.
-
Menormalisasi kebutuhan akan jeda, negosiasi ulang makna, dan pencarian identitas ulang dalam relasi.
Membingkai konflik bukan sebagai ancaman, tapi sebagai pintu masuk bagi kedewasaan relasional.
Dengan demikian, intervensi preventif berbasis komunikasi dan kesadaran emosional bukan sekadar alat menghindari perselingkuhan, tetapi juga strategi pembudayaan relasi yang sehat, terbuka, dan adaptif. Ketika manusia dilatih untuk mengenali dirinya, hadir dalam percakapan yang jujur, dan tidak takut akan dinamika emosional yang kompleks, maka sistem imun relasional menjadi lebih kuat---dan perselingkuhan bukan lagi jalan keluar yang tampak "rasional" dalam situasi emosional yang buntu.
IX. Implikasi Interdisipliner dan Aplikatif
A. Terapi Relasi dan Konseling Berbasis Spektrum, Bukan Vonis
Selama ini, pendekatan umum terhadap kasus perselingkuhan dalam terapi relasi cenderung bersifat hitam-putih: seseorang adalah pelaku, dan yang lain adalah korban. Narasi ini, meskipun terkadang relevan secara hukum atau moral, tidak selalu cukup untuk memahami kedalaman kompleksitas relasi manusia. Pendekatan berbasis spektrum menawarkan jalan baru yang lebih reflektif, empatik, dan transformatif---baik bagi individu maupun pasangan.
1. Dari Vonis ke Validasi Proses
Terapi berbasis spektrum tidak langsung memberikan label "bersalah" atau "terluka", melainkan: