Sketsa ini sudah pernah tampak. Harga roti memanaskan Paris pada 1789. Seorang pedagang kaki lima di Tunisia membakar diri pada 2010 dan Arab Spring pun meledak.
Indonesia punya 1998 sebagai ingatan pahit ketika harga kebutuhan pokok melambung dan jalanan menjadi mimbar rakyat.
Yang membuat 2025 berbeda adalah ketidakpastian struktural yang berkepanjangan.
Pekerjaan makin fleksibel namun minim jaminan. Tekanan teknologi membuat keahlian usang lebih cepat. Ongkos hidup urban melesat.
Di lapis paling bawah, kerapuhan ekonomi rumah tangga bergeser dari statistik ke psikologi. Ketika dapur menjadi tempat krisis, jalanan menjadi tempat artikulasi.
-000-
2. Lahirnya Generasi Rentan: Kelas Prekariat
Di atas keresahan ekonomi, kita temukan generasi muda yang lahir di era digital. Mereka tumbuh bersama notifikasi, algoritma, dan layar ponsel, tetapi dewasa di dalam ekonomi yang rapuh.
Mereka terpelajar, cepat, dan kritis. Namun sekaligus rentan, lelah, dan skeptis.
Guy Standing menyebut kelompok ini sebagai kelas prekariat: sebuah kelas baru yang hidup di bawah bayang-bayang ketidakpastian.
Mereka tidak memiliki pekerjaan yang stabil, upah yang tetap, atau jaminan sosial yang memadai. Kehidupan mereka disusun oleh kontrak-kontrak jangka pendek, kerja serabutan, dan proyek lepas yang bisa habis kapan saja.