“Jika kamu bersedia melakukan permintaan saya, saya pastikan wali kelasmu sejak tahu pertama, menuliskan segala hal baik tentangmu. Saya juga memberi jaminan bahwa di mata pelajaran saya, kamu tidak akan pernah dirugikan, berapapun nilai yang kamu dapatkan. Saya tidak memintamu untuk membuat Dirgantara menjadi siswa ambisius seperti kamu, atau membuat nilainya meroket. Saya hanya meminta kamu memotivasinya, memberi cambukan keras agar dia kembali memikirkan masa depannya. Hanya itu.”
Bolpoin dalam genggaman Elang jatuh menyentuh permukaan lantai. Seraya menatap telapak tangannya yang dipenuhi darah, Elang membuat keputusan dengan mantap.
-
Tugas akhir mata pelajaran Bahasa Indonesia: membuat ulasan novel yang diadaptasi menjadi film beserta ulasan dari film tersebut; membuat powerpoint berisi pesan moral yang ingin disampaikan dalam film dan novel tersebut, alasan pemilihan, bagian atau adegan yang berkesan, boleh menyertakan kutipan menarik. Tugas dikumpulkan paling lambat Senin, 24 Februari 2013.
Ps: film dan novel yang dipilih harus berasal dari Indonesia. Mari kita cintai karya bangsa kita sendiri.
Dirga memutar bola matanya jengah. Ia menghela napas kasar ketika matanya menangkap kalimat terakhir pada pesan tersebut. Dirga tak habis pikir apa Lintang tidak memiliki kesibukan lain hingga selalu sempat mengiriminya pesan ini itu. Selama enam bulan terakhir, sejak mereka resmi bertetangga, gurunya tak pernah satu haripun absen mengiriminya pesan. Dirga bahkan berpikir bahwa ia tak memerlukan aplikasi pengingat jadwal di ponselnya, karena gurunya yang baik hati itu akan dengan dengan senang hati menggantikan fungsi aplikasi itu.
Terima kasih atas perhatiannya Pak Lintang yang budiman. Doakan saya agar saya sanggup untuk mengumpukan niat untuk mengumpukan niat untuk mengumpukan niat untuk mengumpukan niat untuk mengumpukan niat untuk mengerjakan tugas yang Bapak berikan.
Dirga melempar ponselnya ke tempat tidur setelah mengirimkan pesan balasan. Beberapa detik kemudian, ponselnya kembali bergetar ketika dirinya hendak berjalan pergi keluar kamar. Dalam benaknya Dirga berpikir tentang betapa luangnya waktu yang Lintang punya hingga dapat membalas pesannya secepat itu, ini bahkan sudah tengah malam.
Namun ketika ponsel berada di tangannya, sementara matanya melihat nama pengirim pesan yang baru masuk, ia justru menatap ponselnya heran. Dahinya mengerut dengan mulut yang menganga, seolah tak menyangka.
Elang Maharendra
Ibu jari Dirga menggeser pemberitahuan teratas di ponselnya. Ruang obrolan terbuka sesaat setelah ia memindai sidik jarinya.