-
Bagian Keenam
Suami Terkait dengan Skandal Aktris Marisha Lee, Istri Direktur PT. Semesta Angkat Bicara
Terlibat Skandal dengan Direktur PT. Semesta, Mari Mengingat Kembali 5 Tokoh Berpengaruh yang Pernah Terlibat Skandal dengan Marisha Lee
5 Skandal Kedekatan Aktris Marisha Lee dengan Orang-Orang Berpengaruh di Indonesia
Satu helaan napas berat terdengar ketika mata Dirga membaca satu-persatu judul artikel yang tertera di layar laptopnya. Dirga menyandarkan punggung lelahnya pada sandaran kursi, lantas memejamkan matanya, membiarkan seluruh pikiran berkecamuk dalam benaknya. Ia tak tahu apa yang berada dalam hatinya sekarang ini. Ia khawatir dan marah di saat yang bersamaan, namun perasaan itu berada di antara rasa kecewa yang sangat sulit untuk ia hilangkan. Tidak, Dirga tidak membernci ibunya, sama sekali tidak. Bukankah orang mengatakan bahwa pada akhirnya anak dan ibu tak akan benar-benar saling mengabaikan? Pertalian darah dan ikatan batin yang terlampau kuat tak akan pernah dapat ditembus bahkan oleh rasa kecewa yang besar. Bukankah sangat hiperbolis? Namun Dirga mengakui bahwa hal itu adalah kebenaran. Karena tidak peduli berapa banyak rasa sakit yang ibunya tinggalkan ketika ia justru harus menghadapi banyak kesulitan seorang diri, Dirga tak akan pernah bisa membenci ibunya, bahkan hanya untuk mengabaikannyapun sangat sulit untuk ia lakukan.
Dirga membuka matanya, menampilkan sorot sendu yang begitu kentara. Dengan ragu ia meraih ponselnya, menyalakannya, kemudian menekan ikon kontak di sana. Ketika ditemuinya kontak bernama “Mama”, rasa ragu dalam hatinya semakin membesar. Hati dan pikirannya menimbang-nimbang tentang apa yang sebaiknya ia lakukan. Haruskah ia menghubungi ibunya? Lalu apa yang harus ia katakan? Menanyakan kabar? Mereka bahkan terlalu canggung untuk itu.
Setelah lama berpikir, sekalipun rasa ragu masih bersarang di hatinya, pada akhirnya Dirga memilih untuk menekan kontak ibunya itu, kemudian meneleponnya. Nada sambung terdengar sesaat setelahnya, Dirga menunggu dengan hati yang risau dan bingung. Otaknya berpikir keras tentang apa yang harus ia katakan ketika ibunya menjawab panggilannya itu.
“Halo.”
Dirga bergeming, tak tahu harus berkata apa ketika suara lembut itu didengarnya. Suara yang sejatinya begitu ia rindukan. Saat ini Dirga merasa seolah seseorang tengah meremas hatinya keras-keras. Ia merasakan sesak di dadanya, bibirnya terasa kelu, dan otaknya teraa kosong. Entah sejak kapan air mata jatuh, meluncur melintasi pipinya tanpa tahu malu.
“Halo.”