Mohon tunggu...
Safinatun  Najah
Safinatun Najah Mohon Tunggu... Freelancer - Safina

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pandangan Mahasiswa Ekonomi Syariah 1 terhadap Produk Imitasi

20 Mei 2019   23:35 Diperbarui: 20 Mei 2019   23:43 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KAJIAN TEORI

Manusia sebagai Pelaku Ekonomi[1] 

Manusia merupakan homo economicus. Hal ini menjadi aspek yang paling penting bagi manusia sebagai pelaku ekonomi. Manusia merupakan bagian dari alam (makhluk) yang dipengaruhi oleh keinginan dalam hal ekonomi, yaitu keinginan untuk mempertahankan hidup dan peduli sesamanya[2]. Konsep tersebut membawa dampak pada kriteria ideal diri manusia yang dianggap layak dan mampu menjalankan kegiatan ekonomi sesuai kemampuan, ajaran agama dan ideologi yang dianutnya.

Pelaku ekonomi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pelaku ekonomi/pelaku usaha/pelaku bisnis adalah organ masyarakat yang mempunyai dua fungsi sekaligus. Pertama, sebagai pemasok semua kebutuhan masyarakat mulai dari kebutuhan primer, sekunder, dan tertier. Kedua, sebagai penyerap tenaga kerja masyarakat.[3]

Ajaran islam menempatkan manusia sebagai makhluk (hamba) dan sebagai khalifah (wakil) pada saat bersamaan. Konsep manusia sebagai makhluk merupakan totalitas kepatuhan terhadap pencipta-Nya dengan menjalankan seluruh perintah dan menjauhi segala larangan yang telah di tetapkan untuk mencapai kriteria sebagai manusia yang terpilih. Kedudukan manusia sebagai khalifah merupakan atribut yang menuntut manusia merdeka, bebas, menguasai seluruh tindakannya dan mempunyai kemampuan obyektif dalam mengaktualisasikan dirinya sebagai bagian dari tugas yang diberikan pencipta-Nya dalam rangka membangun dan memakmurkan bumi.

Fiqih ibadah, yang menyangkut: pengenalan dan pemahaman tentang cara pelaksanaan rukun islam yang baik dan benar, seperti :tata cara thaharah, shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji.[4] Fikih muamalah memberikan peluang yang sangat luas kepada muslim untuk mengaktualisasikan  dirinya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupya. Batasan yang diberikan terhadap fikih ini bersifat umum yaitu tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan kepentingan orang lain. Dalam ilmu ekonomi, kedudukan fikih muamalah sebagai kajian hukum terhadap praktek-praktek perekonomian, sedangkan ekonomi itu adalah ilmu yang mempelajari sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya. 


Muamalah adalah Urusan Duniawi maksudnya adalah urusan muamalah berbeda dengan ibadah di mana dalam ibadah semua perbuatan dilarang kecuali yang diperintahkan sedangkan dalam muamalah semua boleh dilakukan kecuali yang dilarang, oleh karena itu semua bentuk transaksi dan akad muamalah boleh dilakukan oleh manusia asal tidak bertentangan dengan ketentuan syara'.[5] Secara mendasar, aktivitas yang di dasarkan pada fikih muamalah tidak bisa terlepas secara penuh dengan nilai ibadah yang selalu melekat pada setiap aktivitas manusia. Doktrin yang diberikan kepada seluruh aktivitas manusian adalah konsep niat yang mengindikasikan bahwa seluruh perbuatan manusia dilihatdari ide  niat seseorang dalam melakukan suatu perbuatan.

Kebebasan individu dalam berkreasi di dunia merupakan gambaran riil sebuah pertanggungjawaban manusia terhadap tuhan. Dalam ajaran yang mendasar bahwa setiap manusia akan bertanggung jawab kepada Tuhan sesuai peran dan kedudukan kemanusiaannya, karena pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin yang akan bertanggung jawab atas pekerjaannya (kepemimpinannya). Sifat pertanggung jawaban yang dituntut bersifat individualistik sehingga hanya dirinyalah yang dapat menolong keberadaan seseorang karena Allah akan menghadirkan setiap jiwa untuk bertanggung jawab secara perconal dan tidak bersifat kolektif dalam bentuk keluarga, suku, bangsa maupun golongan. Konsep tersebut sebagai perimbangan dari ajaran dasar yang lain bahwa dalam Islam tidak dikenal adanya istilah "dosa warisan".[6]

Konsep individualistik dalam islam berkaitan dengan pertanggungjawaban sehingga apresiasi keberagaman seseorang tidak dapat hanya diukur secara duniawi. Apresiasi keberagaman seseorang lebih ditekankan pada konsistensi dan keyakinan terhadap setiap kebenaran yang menyatu dalam bentuk imperatif pada jiwa seseorang dalam setiap keputusan-keputusannya  sesuai dengan kemampuan yang dimiliki[7]. Dalam bahasa agama yang umum bahwa keberhasilan  seseorang  (yang paling mulia) di hadapan Allah adalah orang yang  bertaqwa.[8]

Keputusan pembelian menurut Kotler and Amstrong (2001:226) adalah tahapan dalam proses pengambilan keputusan dimana konsumen benar-benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. Menurut Kotler and Keller (2009:181) bahwa keputusan pembelian adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor bisa berbeda antara niat membeli dan keputusan pembelian, yaitu sikap dari orang lain dan faktor situasional yang tidak diharapkan. Sedangkan menurut G.R Terry pengambilan keputusan dapat didefinisikan sebagai "pemilihan alternative kelakuan tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada". Dari beberapa definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah tindakan yang dilakukan oleh konsumen untuk dapat memilih merek yang disukai dari beberapa alternative yang ada dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keingian.[9]

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen, Menurut Kotler, Empat faktor yang memengaruhi perilaku konsumen yaitu:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun