Mohon tunggu...
Safinatun  Najah
Safinatun Najah Mohon Tunggu... Freelancer - Safina

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pandangan Mahasiswa Ekonomi Syariah 1 terhadap Produk Imitasi

20 Mei 2019   23:35 Diperbarui: 20 Mei 2019   23:43 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam sebuah pembelian namun melihat sedikit perbedaan di antara berbagai merek. Keterlibatan yang tinggi didasari oleh fakta bahwa pembelian tersebut mahal, jarang dilakukan, dan berisiko. Dalamkasus itu pembeli akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli dengan cukup cepat, barangkali pembeli sangat peka terhadap harga yang baik atau terhadap kenyamanan berbelanja. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami disonansi/ketidaknyamanan yang muncul setelah merasakan adanya hal-hal yang tidak mengenakan dari pembelian barang tersebut atau setelah mendengar kabar yang menyenangkan mengenai barang yang lain. Konsumen akan peka terhadap informasi yang membenarkan keputusannya. 

c.) Perilaku pembelian karena kebiasaan 

Banyak produk dibeli dengan kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedaan merek yang signifikan. Jika mereka tetap mengambil merek yang sama, hal itu karena kebiasaan, bukan karena kesetiaan terhadap merek yang kuat. Terdapat bukti yang cukup bahwa konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dalam pembelian sebagian besar produk yang murah dan sering dibeli. Perilaku konsumen dalam kasus produk dengan ketelibatan rendah tidak melalui urutan umum keyakinan, sikap, dan perilaku. Konsumen tidak secara luas mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan memutuskan merek apa yang akan dibeli. Sebaliknya, konsumen menjadi penerima informasi pasif melalui menonton televisi atau melihat iklan di media cetak. Pengulangan iklan menciptakan keakraban merek dari pada keyakinan merek. Setelah pembelian, konsumen bahkan mungkin tidak mengevaluasi pilihan tersebut karena mereka tidak banyak terlibat dengan produk tersebut. Jadi, bagi produk dengan keterlibatan rendah, proses pembelian dimulai dengan keyakinan merek yang dibentuk oleh pemahaman pasif, dilanjutkan oleh perilaku pembelian, dan kemudian mungkin diikuti oleh evaluasi. 

d.) Perilaku pembelian yang mencari variasi[27] 

Beberapa situasi pembelian ditandai oleh keterlibatan konsumen yang rendah namun perbedaan merek yang signifikan. Dalam situasi itu, konsumen sering melakukan peralihan merek. Misalnya kue kering. Konsumen memiliki beberapa keyakinan tentang kue kering, memilih kue kering tanpa melakukan banyak evaluasi, dan mengevaluasi produk selama konsumsi. Namun, pada kesempatan berikutnya, konsumen mungkin mengambil merek lain karena bosan atau ingin mencari rasa yang berbeda. Perpindahan merek terjadi karena variasi dan bukannya karena ketidakpuasan. 

Sebuah pilihan mesti dihadapkan pada alternatif penggunaan komoditas lain, maka perlu sekiranya kita mempelajari sejauh mana seorang konsumen bersedia untuk menukar suatu komoditas dengan komoditas lainnya melalui kajian lebih rinci dari kurva IC ini. Tingkat kesediaan untuk menukar komoditas dengan komoditas lain inilah dalam literatur konvensionalkita kenal dengan tingkat substitusi marginal (marginal rate of substitusion)[28]. 

Studi perilaku konsumen menurut Schiffman & Kanuk dalam (Marhaini, 2011; 89-96) adalah: "they study of konsumer behavior focuses on how individual make decisions to spend their available resources (time, monye, effort) on consumption-related items. That includes what they buy, who influence in their buying, why they buy it, where they buy it, when they buy, how often they buy it, how they know about the Products, and how they evaluated it Rafter purchase, the impact of such evaluations on future purchases, and how they dispose of it". 

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan studi perilaku konsumen adalah studi yang fokusnya adalah untuk mempelajari bagaimana mempelajari perilaku konsumen dalam membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya (waktu, uang, maupun tenaga) untuk mengkonsumsi barang yang dibutuhkan. Hal ini meliputi apa yang dibeli, siapa yang menjadi pembeli, siapakah yang mempengaruhi pembelian, alasan mengapa konsumen membeli, di mana konsumen membeli, kapan konsumen membeli, berapa sering konsumen membeli, dari mana konsumen mendapatkan info pembelian, dan bagaimana konsumen melakukan evaluasi setelah melakukan pembelian. Dengan mengetahui perilaku konsumen dengan tepat perusahaan dapat menggambarkan dan memenuhi keinginan konsumen untuk memuaskan kebutuhan mereka sehingga mereka mau melakukan pembelian pada produk yang ditawarkan.[29] 

Konsumen dikatakan dalam keadaan keseimbangan (equilibrium) apabila ia sudah membagi-bagikan pengeluaran uangnya atas berbagai macam barang sedemikian rupa, sehingga ia sudah tidak dapat memperbesar kepuasan totalnya dengan mengalihkan pengeluaran uangnya dari barang yang satu ke barang yang lain. 

Prinsip dasar dirumuskan dalam hukum gossen II yang pada pokoknya mengatakan:[30]

"seorang konsumen yang bertindak rasional akan membagi-bagi pengeluaran uangnya untuk membeli berbagai macam barang sedemikian rupa hingga kebetuhan-kebutuhannya terpnuhi secara seimbang, artinya sedemikian rupa hingga rupiah terakhir yang dibelanjakan untuk membeli sesuatu memberikan marginal utility yang sama, ntah dikeluarkan untuk membeli barang yang satu atau membeli barang yang lain). 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun