Hubungan Antarbarang dalam Islam
Hubungan barang halal-haram yang dituntunkan Islam
        Grafik di atas merupakan garis yang berhimpit dengan sumbu horizontal. Penafsiran dari garis ini adalah, berapa pun jumlah barang halal yang dikonsumsi, maka jumlah barang haram yang dikonsumsi adalah tetap nol. Maknanya, barang haram tidak pernah dikonsumsi dalam situasi yang bagaimana pun. Dengan demikian, maka domain dari konsumsi dalam Islam itu terbatas hanya pada barang/kegiatan yang halal saja. Pilihan barang/kegiatan yang boleh dikonsumsi dalam Islam hanya pilihan-pilihan yang halal saja dan jika perlu dikomplemen atau disubstitusikan hanya dengan barang yang halal saja
 Untuk hubungan antarbarang komplemen dalam Islam dapat digambarkan dengan grafik berikut ini.
        Hubungan yang ditampilkan dalam grafik di atas adalah hubungan antara dua buah barang halal. Hubungan tersebut menunjukkan adanya komplementaritas antara keduanya. Kurva berbentuk titik-titik mencerminkan adanya hubungan komplementaritas sempurna antardua barang yang halal yang menghasilkan tingkat mashlahah sama. Semakin tinggi kombinasi tersebut, semakin besar pula mashlahah yang diperoleh.
Â
Adapun hubungan yang bersifat substitusi bisa dilihat pada gambar berikut ini.
        Khusus mengenai hubungan substitusi ini akan dieksplorasi lebih jauh lagi, pada bagian di belakang, dalam kaitannya dengan berkah yang terkandung dalam barang halal tersebut. Kurva berbentuk v di atas mencerminkan tingkat maslahah yang sama ata kombinasi dua barang yang halal. Kurva yang semakin di atas menunjukkan ke maslahah-an yang lebih tinggi.
Domain dari konsumsi dalam Islam itu terbatas hanya pada barang/kegiatan yang halal saja. Pilihan barang/kegiatan yang boleh dikonsumsi dalam Islam hanya pilihan-pilihan yang halal saja dan jika perlu dikomplemen atau disubstitusikan hanya dengan barang yang halal saja.
        Dalam konsumsi, seorang muslim harus memperhatikan kebaikan (kehalalan) sesuatu yang akan di konsumsinya. Para fuqaha' menjadikan memakan hal-hal yang baik ke dalam empat tingkatan (Ibnu Muflih, 3:197-204). Pertama,wajib, yaitu mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghindarkan diri dari kebinasaan dan tidak mengkonsusmsi kadar ini padahal mampu yang berdampak pada dosa. Kedua, sunnah, yaitu mengkonsusmsi yang lebih dari kadar yang menghindarkan diri dari kebinasaan dan menjadikan seoarang muslim mampu shalat dengan berdiri dan mudah berpuasa. Ketiga, mubah, yaitu sesuatu yanglebih dad yang sunnah sampai batas kenyang. Keempat, konsusmsi yang melebihi batas kenyang, yang dalam hal ini terdapat dua pendapat, ada yang mengatakan makruh yang satunya mengatakan haram.[24]
Dalam Islam tujuan konsumsi sendiri yaitu untuk memperoleh maslahah, Mashlahah yang diperoleh konsumen ketika membeli barang dapat berbentuk satu diantara hal berikut:[25] Â