Mohon tunggu...
R Hady Syahputra Tambunan
R Hady Syahputra Tambunan Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

🎓Education: Law 🏤Classified as Middle–Upper Class in Indonesia, with assets ranging from US$169,420–1 million (approx. Rp 2.64–16 billion), based on CNBC criteria. 🏧Among the top 0.001% of Indonesians with an annual income of Rp 300–500 million (SPT 1770 S 2024) 👔Career: Employee at Giant Holding Company (since Feb 2004–Present), side job as Independent Property-Asset Management Consultant 📲Volunteer Work: Previously engaged with BaraJP, Kawal Pemilu, as well as the Prabowo–Sandi and Anies–Muhaimin campaign teams. ⚖️Note: I only connect with writers who focus on ideas and ideals, not those who are obsessed with K-Rewards.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Logika (Ep-25) | Filsafat Agama: Mampukah Akal Mendefinisikan Tuhan?

1 Agustus 2025   23:56 Diperbarui: 2 Agustus 2025   00:03 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muncul dari: Pemikiran Yunani, Kristen awal, Islam
Diformalkan oleh: William Paley (1743-1805)

Gagasan utama:

  • Dunia menunjukkan keteraturan, tujuan, dan kompleksitas-seperti jam yang presisi.
  • Maka, seperti jam punya pembuat, dunia harus punya perancang cerdas (intelligent designer).

Versi Islam klasik seperti al-Ghazali dan Ibn Rushd juga menyatakan bahwa harmoni kosmos menandakan kebijaksanaan Sang Pencipta.

Kritik utama:

  • Darwinisme dan teori evolusi menghantam keras argumen ini, karena keteraturan biologis bisa dijelaskan oleh seleksi alam.
  • Richard Dawkins menyebut argumen ini sebagai "God of the gaps"-mengisi celah yang belum dipahami ilmu.

Ketiga argumen ini:

  • Masih digunakan dalam debat apologetik modern, khususnya di kalangan teolog, filsuf agama, dan apologis Islam-Kristen.
  • Namun dalam tradisi filsafat analitik kontemporer, mereka telah dikritik tajam dari sisi bahasa, logika, dan empiris.
  • Kita akan bahas kritik itu di Bab IV (Kant, Hume, Russell, Wittgenstein).

Pertanyaan-Diskusi:

  1. Dari tiga argumen klasik ini, mana yang paling rasional dan mana yang paling lemah?
  2. Apakah argumen logis semacam ini bisa berdiri tanpa kepercayaan awal (iman)?

*

Bab IV: Kritik dan Evolusi: Dari Kant, Hume, hingga Wittgenstein

Di Bab III, kita telah melihat tiga argumen klasik yang mencoba mendefinisikan Tuhan secara rasional: ontologis, kosmologis, dan teleologis. Meskipun sangat berpengaruh dalam sejarah filsafat, argumen-argumen ini tak luput dari kritik tajam, terutama dari para filsuf modern yang memandang logika dan akal manusia tidak mampu menjangkau Tuhan secara mutlak. Bab ini akan membahas kritik-kritik utama terhadap argumen-argumen ini serta bagaimana perkembangan pemikiran filsafat mengubah pandangan kita tentang Tuhan dan rasio.

1. Immanuel Kant (1724-1804): Kritik terhadap Argumen Ontologis.

Kant memberikan kritik yang sangat mendalam terhadap argumen ontologis Anselmus dan Descartes. Dalam Critique of Pure Reason, Kant berpendapat bahwa eksistensi bukan predikat. Artinya, eksistensi tidak bisa dianggap sebagai sifat yang melekat pada sesuatu, seperti kualitas lainnya. Kant berargumen bahwa kita tidak bisa membuktikan eksistensi sesuatu hanya dengan mendefinisikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun