Meski rasionalisme ateistik berkembang, kita juga melihat kebangkitan spiritualitas rasional:
- Filsafat Islam kontemporer (Nasr, Arkoun, Ramadan) mencoba mendamaikan iman dan ilmu dalam paradigma modern.
- Filsuf analitik agama seperti Alvin Plantinga dan Richard Swinburne mengembangkan argumen-argumen probabilistik tentang eksistensi Tuhan.
- Sains modern, khususnya kosmologi dan fisika kuantum, membuka ruang baru bagi pertanyaan asal-muasal dan tatanan semesta yang memberi tempat bagi desain cerdas, meski tidak identik dengan "Tuhan agama".
Posisi Penulis:
- Logika tidak cukup untuk mendefinisikan Tuhan, tapi wajib digunakan untuk membersihkan jalan dari kesesatan berpikir.
- Tuhan dalam Islam adalah realitas tak-terhingga yang menampakkan Diri dalam semesta dan wahyu, namun tak pernah bisa direduksi ke dalam definisi logika.
- Justru, kesadaran akan keterbatasan logika adalah bagian dari logika itu sendiri.
Pertanyaan-Diskusi
- Jika logika tak mampu mendefinisikan Tuhan sepenuhnya, apa gunanya kita mendebatkannya?
- Apakah kita harus berhenti berpikir tentang Tuhan, atau terus berpikir justru karena Tuhan tak terhingga?
Pertanyaan Tambahan sebagai bahan Diskusi Lintas Bab:
Bab I-Pendahuluan
1. Mengapa manusia cenderung mencoba mendefinisikan Tuhan melalui logika?
2. Apakah mendefinisikan Tuhan secara logis justru membatasi sifat ketuhanan itu sendiri?
Bab II-Sejarah Kemunculan
1. Apa perbedaan antara upaya mendefinisikan Tuhan dalam agama wahyu vs filsafat Yunani?
2. Bagaimana evolusi dari mitos ke logos mengubah pemahaman manusia tentang ketuhanan?
Bab III-Argumen-argumen Klasik
1. Dari ketiga argumen klasik (ontologis, kosmologis, teleologis), mana yang paling rasional menurut Anda? Mengapa?
2. Apa kelemahan metodologis dari masing-masing argumen?
Bab IV -Kritik Modern
1. Apakah kritik Kant dan Hume berhasil membatalkan semua argumen logis tentang Tuhan?
2. Apakah bahasa dan logika memiliki batas dalam menyampaikan kebenaran metafisik?
Bab V-Agama Abrahamik
1. Bagaimana konsep Tuhan dalam Islam lebih logis atau koheren dibanding Yudaisme dan Kristen?
2. Apakah tradisi rasional dalam kalam bisa dijadikan jembatan antara wahyu dan akal hari ini?
Bab VI-Implikasi dan Posisi Kontemporer
1. Apa peran logika dalam zaman sekuler sekarang: sebagai pencari kebenaran atau hanya pelengkap spiritualitas?
2. Jika Tuhan tak bisa dijangkau logika, haruskah kita berhenti membahasnya secara filsafat?
Daftar Pustaka
1. Anselm of Canterbury. Proslogion. Translated by Thomas Williams. Hackett Publishing, 2001.
2. Aquinas, Thomas. Summa Theologica. Translated by Fathers of the English Dominican Province. Benziger Bros, 1947.
3. Hume, David. Dialogues Concerning Natural Religion. Penguin Classics, 1990.
4. Kant, Immanuel. Critique of Pure Reason. Translated by Norman Kemp Smith. Macmillan, 1929.
5. Wittgenstein, Ludwig. Tractatus Logico-Philosophicus. Routledge, 1922.
6. Plantinga, Alvin. God and Other Minds. Cornell University Press, 1967.
7. Swinburne, Richard. The Coherence of Theism. Oxford University Press, 1993.
8. Ibn Sina. Kitab al-Najat. Beirut: Dar al-Afaq, 1985.
9. Al-Ghazali. Tahafut al-Falasifah (Incoherence of the Philosophers). Translated by Michael Marmura. Brigham Young University Press, 1997.
10. Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. ISTAC, 1993.
11. Fakhry, Majid. A History of Islamic Philosophy. Columbia University Press, 2004.
12. Stanford Encyclopedia of Philosophy: https://plato.stanford.edu
13. Oxford Islamic Studies Online: https://oxfordislamicstudies.com