2. Antinomi Immanuel Kant:
Dalam Critique of Pure Reason, Kant menunjukkan bahwa argumen-argumen tentang Tuhan (baik yang pro maupun kontra) sama-sama valid secara logis-yang menunjukkan bahwa akal manusia tidak kompeten secara absolut dalam wilayah metafisika murni.
3. Logika sebagai ciptaan atau bagian dari fitrah?
Apakah logika itu netral? Ataukah ia dibatasi oleh ruang-waktu dan pengalaman empiris kita?
Dalam agama Islam, wahyu menegaskan bahwa Tuhan "tidak serupa dengan apa pun" (QS. Asy-Syura:11), namun Al-Qur'an tetap mengajak manusia berpikir, bertanya, dan merenung secara logis.
Dalam debat publik modern, pertanyaan tentang eksistensi Tuhan seringkali dipaksa ke dalam logika empiris, ala ilmuwan ateis seperti Dawkins dan Harris.
Di tengah dunia yang makin skeptis dan reduksionis, mengembalikan dialog antara logika dan iman menjadi kebutuhan peradaban.
Pertanyaan-Diskusi
1. Apakah logika mampu menjangkau sesuatu yang tak terbatas seperti Tuhan?
2. Apakah bahasa manusia dapat digunakan untuk mendefinisikan Yang Mutlak?
*
Bab II: Sejarah Awal Logika Mendefinisikan Tuhan
Sejak awal sejarah filsafat, manusia telah mencoba menjawab pertanyaan fundamental: Adakah Tuhan? Jika ada, bagaimana kita bisa mengetahuinya dengan akal?
Para filsuf Yunani tidak mengenal Tuhan dalam bentuk teistik seperti dalam agama-agama wahyu, tetapi mereka tetap mencari asal-mula keberadaan (arche), penyebab pertama (causa prima), dan realitas tertinggi yang berada di balik semua fenomena.
1. Filsafat Yunani Kuno