Mohon tunggu...
Putra Dewangga
Putra Dewangga Mohon Tunggu... Jurnalis - Content Writer di SURYA.co.id

Hanya seorang penulis di media online

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

KKN di Desa Petani, Bukan Cerita Horor

15 Juli 2022   22:19 Diperbarui: 15 Juli 2022   22:53 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wusss..tukkk

"Aduhh" teriakku seketika terbangun dari mimpi indahku.

Aku langsung membuka mataku dan meringis kesakitan sambil mengelus-elus kening. Kulihat sebuah spidol jatuh di pangkuanku. Ternyata ini yang menabrak kepalaku barusan.

Siapapun yang melakukan hal ini benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya melempar kepalaku dengan benda semacam ini.

"Keterlaluan ya kamu, Ngga. Bisa-bisanya tidur saat kita sedang pusing mempersiapkan konsep untuk besok." Ujar mahasiswi bernama Arin.

Matanya melotot tajam ke arahku. Dia sebenarnya cantik, tapi karena wajahnya selalu judes dan sering marah-marah, jadi gak kentara kecantikannya. Selain judes dia juga sok ngatur-ngatur.

"Iya-iya maaf. Aku dengerin kok, Cuma sambil pejam mata aja" elakku.

"Alah, semua juga tahu kalau kamu tidur barusan. Kegiatan KKN ini penting buat kita semua sebagai syarat lulus. Pikirin kita-kita juga dong" cecar Arin.

Aku sudah paling males kalau debat sama cewek, pasti ujung-ujungnya kita para cowok yang salah. Jadi kuputuskan untuk diam saja.

Kulihat semua anak terdiam sambil mendengar pertengkaran kami, tak ada yang membelaku atapun membelanya. Mereka takut dengan kegalakkan Arin.

"Yasudah teman-teman, rapatnya kita lanjut nanti malam via Google meet saja ya. Pastikan semua harus nyalakan kamera. Kalau enggak berarti kuanggap tak ikut." Ujar Arin sambil cepat-cepat merapikan barang-barangnya dan buru-buru pergi.

Aku pun langsung menyambar tasku dan pergi menyusul Arin. Tak enak juga aku membuat sebal sahabat baikku sejak mahasiswa baru itu. Dia yang telah membantuku di segala tugas ospek hingga tugas kuliah.

"Arin, tunggu, Rin." Teriakku sambil berlari-lari kecil.

Wanita bertubuh langsing tinggi bak model itu malah mempercepat langkahnya. Membuatku semakin yakin ia benar-benar sebal atas tingkahku tadi.

"Ayolah, Rin. Aku minta maaf" ujarku seraya mencegatnya. Wajah cantiknya tertutupi oleh raut cemberut karena sebal.

Huffft...

"Baiklah, pokoknya rapat online nanti harus ikut dan memperhatikan ya" ujarnya.

"Iya-iyaa, ke kantin yuk" ajakku seraya merangkulnya.

Aku tak ada masalah apa-apa sebenarnya dengan Arin. Tapi yang membuatku malas adalah kegiatan KKN ini. Aku tak mau jauh-jauh dari internet dan peralatan elektronikku. Dan kegiatan KKN selalu dilakukan di desa terpencil, yang pastinya minim internet atau bahkan listrik.

Tapi mau bagaimana lagi? KKN adalah syarat wajib untuk lulus dari jurusan Teknik Informatika ini. Padahal aku sudah nyaman dengan semua mata kuliahnya yang serba pakai internet. Yang paling bersemangat adalah Arin. Ia bahkan menjelma sebagai ketua kelompok KKN kali ini. Saking pengennya ia masuk ke desa terpelosok.

Seperti biasa, rapat online terkait KKN ini berjalan lancar. Aku Cuma bisa diam dan mengangguk saja dengan rencana yang dipaparkan Arin. Dia ternyata sudah menyiapkan konsepnya sampai sejauh ini. Tak ada yang bisa membantahnya. Kini tinggal menunggu hari keberangkatan.

Sebuah mini bus melaju sedang di jalanan sepi. Aku duduk sambil melihat ke jendela. Cuma ada hamparan sawah dan pohon-pohon besar. Bus ini sudah semakin jauh masuk ke pedalaman. Bahkan aku Cuma bsia melihat gunung dibandingkan minimarket.

"Enak ya, Ngga. Hawanya sejuk sekali" ujar Arin sambil senyum-senyum manis.

"Ini kita gak nyasar kan? Kamu bawa kita ke negara mana ini?" balasku.

"Heeh, namanya KKN ya harus di desa terpencil. Ini aku nyarinya susah tauk"

"Justru itu, kalau kita butuh pertolongan entar jadi susah nyariin kita juga" balasku.

"Udaah, gak usah bawel deh. Kita jalani aja KKN ini tiga bulan kedepan" bentaknya.

Aku lagi-lagi memilih untuk mengalah. Kulihat tanda sinyal di Hp. Masih full. Untungnya sebelum berangkat sudah kuganti dengan provider Telkomsel yang jangkauannya lebih luas.

Singkat perjalanan, tibalah kami di sebuah gapura tua. Yang membuatku terbengong, gapura itu tampak lusuh ditumbuhi tanaman merambat. Kanan kiri juga masih penuh pohon-pohon lebat. Jalannya pun masih jalan setapak biasa dan tidak ada aspal.

Brukkk.

Koper beratku langsung terjatuh ke tanah yang penuh daun-daun kering. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nasibku tiga bulan ke depan. Kembali ke zaman batu.

"Kita KKN di sini? Gak ada tempat yang lebih maju peradabannya apa?" tanyaku.

"Mulai lagi deh cerewetnya, buruan masuk, gak usah protes" bentak Arin.

Aku hanya diam dan menurut. Mungkin anak-anak yang lain juga ingin protes namun urung. Tak ada yang berani dengan Arin.

Langkahku semakin malas masuk ke dalam desa ini. Kanan kiri Cuma bisa kulihat pohon-pohon lebat. Tak bisa kubayangkan kalau malam hari gelapnya seperti apa.

"Oke gaes, ini naman Pak Rahmat. Kepala desa di sini." Ujar Arin.

Seorang pria patuh baya tersenyum kepada kami. Tapi perhatianku mendadak tertuju kepada gadis di sampingnya. Jantungku berdebar kencang, pandanganku tak henti-hentinya melihat dia.

"Perkenalkan, saya Pak Rahmat. Selamat datang di Desa Wakanda. Sebelumnya saya ingin tahu dulu nama-nama semuanya. Biar kenal" ujar Pak Rahmat ramah.

Sementara aku masih asyik memperhatikan gadis di belakan Pak Rahmat. Kecantikannya sungguh alami tanpa sentuhan operasi plastik.

Bukkk

Mendadak ada pukulan tajam menghantam perutku. Siapa lagi kalau bukan Arin yang mendaratkan sikutnya.

"Aduh, apaan sih. Sakit tau" ujarku kesal.

"Giliranmu kenalan, ngelamun melulu" jawabnya.

Astaga, aku sampai lupa untuk memperkenalkan diri.

"Maaf, nama  saya Rangga. Kalau boleh tahu, yang di belakang bapak siapa ya?" tanyaku langsung.

"Mulai deh matanya jelalatan" ucap Arin lirih.

"Oh iya lupa, perkenalkan ini putri saya satu-satunya. Namanya Dewi" jelas Pak Rahmat.

"Langsung saja ya, mari ke rumah. Nanti sepanjang perjalanan saya jelaskan tentang desa ini" ajaknya.

Kami bergegas mengikuti Pak Rahmat, aku langsung melipir untuk mendekati Dewi. Kuharap rumahnya Pak Rahmat agak jauh.

"Emmm, namaku Rangga. Salam kenal ya" ujarku memulai percakapan.

"Iya, salam kenal juga" jawabnya dengan senyum manis.

Ia sering agak menunduk jika kuajak bicara. Persis seperti karakter gadis desa yang kulihat di sinetron web series via live streaming.

"Emm, desa ini agak sunyi ya. Padahal rumahnya lumayan banyak." Ucapku membuka obrolan.

"Iya betul, karena mereka mayoritas petani. Jadi jam segini masih menggarap sawah hingga sore." Jawabnya.

"Oh gitu. Masyarakat sini kesulitannya apa sih? Pasti air kan ya? Untuk mengairi sawah" tanyaku

"Kami sama sekali tidak kesulitan air. Disini air melimpah ruah meski musim kemarau." Jawabnya.

Mati deh kita, kebanyakan programnya Arin kan untuk pengairan sawah. Percuma dong kita KKN di sini padahal sama sekali tak ada masalah soal air. Sepertinya Arin tak survei dulu ke mereka.

"Kami Cuma kesulitan untuk menjual hasil pertanian. Dan juga kami tak tahu berapa harga hasil pertanian di pasaran. Jadi, banyak yang sering ketipu dengan harga yang lebih rendah dari pasar." Lanjut Dewi.

Okedeh fix, kami harus memikirkan ulang program untuk KKN kali ini. Kesalahan Arin fatal banget, dia tidak survei terlebih dahulu.

"Tenang saja, kami pasti akan bantu kesulitan itu" ujarku sesumbar.

"Terima kasih. Nanti tolong libatkan aku dalam program kalian. Aku pasti bantu" ujar Dewi antusias.

Menurutku, ini kesempatan untuk mendekati Dewi. Tiga bulan cukup lah untuk pendekatan.

Seperti yang kuperkirakan, Arin langsung panik dan pusing tujuh keliling setelah tahu programnya tak berguna di desa ini. Kepanikan Arin semakin parah gara-gara di desa ini belum ada jaringan internet. Kami jadi tak bisa mencari bahan untuk membuat program KKN.

"Kalian jangan diam saja, ngmong dong ide yang bagus gitu. Masa segini banyak orang tak ada yang punya ide? Ayo dong, demi KKN kita" ujar Arin panik.

Tapi tak ada yang menyahut karena mereka juga bingung mau membuat program seperti apa.

"Arin, tenangkan dulu dirimu" ujarku santai.

"Gimana bisa tenang, Ngga? Kita butuh program untuk tiga bulan ke depan." Jawabnya ketus.

"Aku sudah siapkan, jadi tenanglah" tukasku.

Ocehan Arin mendadak berhenti. Semua mata juga tertuju padaku. Apa yang kukatakan barusan memang benar adanya. Semua sudah terkonsep di pikiranku.

"Pertama-tama, desa ini butuh akses internet. Kita buat proposal untuk PT Telkom agar desan ini bisa mendapat akses internet" ujarku.

Proposal pun jadi dan tinggal menunggu jawaban dari pihak Telkom. Kami beberkan alasan mengapa desa ini butuh akses internet. Mulai dari hasil pertanian yang melimpah dan butuh akses ke digital market.

Tak butuh waktu lama, pihak Telkom langsung menyetujui proposal kami. Sementara akses internet diberikan khusus di balai desa.

"Lalu, setelah itu?" tanya Arin.

"Kita harus memasarkan hasil pertanian warga di platform e-commerce besar seperti shopee, lazada dan tokopedia" ujarku.

"Tapi mereka belum punya brand dan tak tahu cara jualan secara digital" sanggah Arin.

"Makanya, kita butuh bantuan Telkom lagi. Kita ajukan supaya para warga bisa ikut program UMKM seperti Sakoe, Bonum dan Padi UMKM" jawabku mantap.

Semua sepakat dan rencanku pun berjalan lancar. Semua warga begitu terbantu dengan program KKN kami. Dan tak lupa, Dewi selalu kulibatkan dalam program-program ini.

"Makasih ya, Rangga. Kamu telah membawa desaku ke arah yang lebih maju." Ujar Dewi tiba-tiba.

Tepat setelah aku selesai mengajarinya menggunakan berbagai e-commerce. Mata kami tak sengaja bertemu.

Oh Tuhan, begitu jelita ciptaanmu ini. Pikirku. Tapi buru-buru kupalingkan tatapanku karena takut khilaf

"Dewi, boleh kutanya sesuatu?" ujarku.

Dia menatap ke arahku, pertanda sedang menunggu pertanyaanku.

"Kamu udah punya kekasih belum sih? Tanyaku pelan.

Dia agak kaget mendengar hal itu. Tapi seorang sniper harus mengenali targetnya sebelum menembak.

"Ada, dia sedang menempuh pendidikan di sekolah taruna. Warga sini juga. Sudah lama aku merindukannya. Karena tak ada akses internet, jadi aku tak bisa menghubunginya" jawabnya polos.

Jlebbb

Entah apa yang terjadi seolah ada yang menusuk keras hatiku. Harapanku langsung runtuh. Sirna tanpa sisa. Perasaan yang kubangun hampir tiga bulan ini, momen bersama kami, seolah terhapus begitu saja.

"Ohhh" jawabku singkat.

"Tapi berkat dirimu dan teman-temanmu, aku jadi bisa video call dengan kekasihku. Aku benar-benar bahagia. Terima kasih ya, Rangga" ujarnya. Raut wajah kebahagiaan menyelimutinya.

Aku perlahan mencoba tersenyum untuknya. Bagaimanapun juga, setidaknya aku bersyukur bsia berguna bagi orang lain.

"Iya sama-sama" jawabku.

Entah mengapa, ingin rasanya aku buru-buru menyelesaikan KKN ini. Seminggu rasanya sudah seperti setahun. Setiap aku bertemu Dewi, selalu ada rasa sakit dan kecewa di hatiku.

"Ehm, ngelamun melulu" terdengar suara wanita yang tak asing lagi di kupingku.

Aku Cuma diam, hanya saja kesadaranku sudah kembali setelah deheman itu. Aku sedang malas menjawab pertanyaan Arin.

"Ada yang lagi patah hati karena ditolak nih ye" celetuk Arin.

"Udah deh gak usah menggoda, kalau tahu lebih baik diem" jawabku ketus.

Memang dari dulu Arin selalu bisa membaca gelagatku kalau sedang senang maupun sedih. Jadi tak ada gunanya ditutup-tutupi.

"Aku tahu kok, kamu berusaha mati-matian program KKN ini demi apa. Atau lebih tepatnya demi siapa" ujar Arin.

"Entah lah, Rin. Susah sekali mencari tempat hati ini berlabuh. Dulu sama cewek pinter dan modis ditolak, sekarang sama cewek polos dan pendiam juga ditolak." Ujarku dengan nada putus asa.

Setelah itu cukup lama kami saling mendiamkan. Ini aneh, Arin tak biasanya ikut diam. Dia akan banyak komentar dan nasihat kalau aku sedang curhat. Tapi kali ini dia Cuma diam.

"Tambatan hati itu biasanya tak perlu jauh-jauh, Ngga. Dia mungkin saja ada di dekatmu, tapi kau tak menyadarinya." Ujar Arin menatapku.

Aku pun menatapnya balik. Apa maksud Arin barusan? Tak seperti biasanya ia berkata lembut seperti itu.

"Maksudnya, kamu?" tanyaku menyelidik.

Hufffttt

"Aku sebenarnya suka sama kamu, sejak kita mahasiswa baru" ujarnya singkat setelah menghembuskan nafas panjang.

Kata-kata Arin barusan benar-benar membungkamku. Tak bisa kupercaya apa yang keluar dari mulutnya barusan.

"Sejak mahasiswa baru? Berarti dua tahun lalu?" tanyaku yang amsih terkejut.

Ia Cuma mengangguk pelan.

Tanpa pikir panjang seraya kupeluk dia. Kudekap erat tubuhnya, sambil dalam hati menyesali kebodohanku.

Mungkin aku terlalu nyaman menjadi sahabatnya, sehingga aku tak merasakan segala perhatian dan cintanya.

"Maafkan aku, membuatmu menunggu selama itu" ucapku lirih.

Arin tak menjawab, yang terdengar Cuma suara isak tangisnya lirih.

Kini aku memutuskan untuk memilih Arin menjadi tambatan hatiku.

"Mari kita selesaikan KKN ini" ujarku sambil menggenggam tangannya.

Ia mengangguk, matanya masih terlihat sembab.

Tak jauh dari tempat kami, Dewi memandang dengan penuh bahagia. Meski hatinya cukup perih untuk melihatnya.

"Maafku aku, Rangga. Aku telah membohongimu. Karena ada yang lebih mencintaimu daripada aku. Terima kasih untuk semua yang kau lakukan" ucap Dewi dalam hatinya.

Ia pun beranjak pergi.

(Amikom.ac.id)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun