Mohon tunggu...
Putra Dewangga
Putra Dewangga Mohon Tunggu... Jurnalis - Content Writer di SURYA.co.id

Hanya seorang penulis di media online

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

KKN di Desa Petani, Bukan Cerita Horor

15 Juli 2022   22:19 Diperbarui: 15 Juli 2022   22:53 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku pun langsung menyambar tasku dan pergi menyusul Arin. Tak enak juga aku membuat sebal sahabat baikku sejak mahasiswa baru itu. Dia yang telah membantuku di segala tugas ospek hingga tugas kuliah.

"Arin, tunggu, Rin." Teriakku sambil berlari-lari kecil.

Wanita bertubuh langsing tinggi bak model itu malah mempercepat langkahnya. Membuatku semakin yakin ia benar-benar sebal atas tingkahku tadi.

"Ayolah, Rin. Aku minta maaf" ujarku seraya mencegatnya. Wajah cantiknya tertutupi oleh raut cemberut karena sebal.

Huffft...

"Baiklah, pokoknya rapat online nanti harus ikut dan memperhatikan ya" ujarnya.

"Iya-iyaa, ke kantin yuk" ajakku seraya merangkulnya.

Aku tak ada masalah apa-apa sebenarnya dengan Arin. Tapi yang membuatku malas adalah kegiatan KKN ini. Aku tak mau jauh-jauh dari internet dan peralatan elektronikku. Dan kegiatan KKN selalu dilakukan di desa terpencil, yang pastinya minim internet atau bahkan listrik.

Tapi mau bagaimana lagi? KKN adalah syarat wajib untuk lulus dari jurusan Teknik Informatika ini. Padahal aku sudah nyaman dengan semua mata kuliahnya yang serba pakai internet. Yang paling bersemangat adalah Arin. Ia bahkan menjelma sebagai ketua kelompok KKN kali ini. Saking pengennya ia masuk ke desa terpelosok.

Seperti biasa, rapat online terkait KKN ini berjalan lancar. Aku Cuma bisa diam dan mengangguk saja dengan rencana yang dipaparkan Arin. Dia ternyata sudah menyiapkan konsepnya sampai sejauh ini. Tak ada yang bisa membantahnya. Kini tinggal menunggu hari keberangkatan.

Sebuah mini bus melaju sedang di jalanan sepi. Aku duduk sambil melihat ke jendela. Cuma ada hamparan sawah dan pohon-pohon besar. Bus ini sudah semakin jauh masuk ke pedalaman. Bahkan aku Cuma bsia melihat gunung dibandingkan minimarket.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun