"Enak ya, Ngga. Hawanya sejuk sekali" ujar Arin sambil senyum-senyum manis.
"Ini kita gak nyasar kan? Kamu bawa kita ke negara mana ini?" balasku.
"Heeh, namanya KKN ya harus di desa terpencil. Ini aku nyarinya susah tauk"
"Justru itu, kalau kita butuh pertolongan entar jadi susah nyariin kita juga" balasku.
"Udaah, gak usah bawel deh. Kita jalani aja KKN ini tiga bulan kedepan" bentaknya.
Aku lagi-lagi memilih untuk mengalah. Kulihat tanda sinyal di Hp. Masih full. Untungnya sebelum berangkat sudah kuganti dengan provider Telkomsel yang jangkauannya lebih luas.
Singkat perjalanan, tibalah kami di sebuah gapura tua. Yang membuatku terbengong, gapura itu tampak lusuh ditumbuhi tanaman merambat. Kanan kiri juga masih penuh pohon-pohon lebat. Jalannya pun masih jalan setapak biasa dan tidak ada aspal.
Brukkk.
Koper beratku langsung terjatuh ke tanah yang penuh daun-daun kering. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nasibku tiga bulan ke depan. Kembali ke zaman batu.
"Kita KKN di sini? Gak ada tempat yang lebih maju peradabannya apa?" tanyaku.
"Mulai lagi deh cerewetnya, buruan masuk, gak usah protes" bentak Arin.