Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Purple Code

4 Mei 2023   09:12 Diperbarui: 4 Mei 2023   09:27 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sret... sreet... tililiiitttt...!" berkali-kali Daffa menyentuh layar hologram di depannnya. Tapi tak ada hal yang bisa menyingkirkan kebosanannya. Berita yang muncul dari ae-tube (aplikasi yang berisi video dan musik -red) masih seputaran kabar menghilangnya Princess Sharon.

"Niiit...niit...!" Daffa menekan tombol pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Es teh manis, gulanya dua sendok, esnya jangan terlalu banyak!" perintah Daffa melalui sebuah microphone kecil yang menyatu dengan layar jam tangannya. Tak lama, terdengar suara pintu bergeser diikuti suara berisik.

"Es...es teh manissss... gula dua sendok... es jangan banyak...!"  suara berisik itu sahut menyahut dengan suara musik yang terdengar tak beraturan.

"Stop!" perintah Daffa lagi setengah berteriak di dekat jam tangannya. Lalu tiba-tiba suara berisik itu berhenti.

"Haah...aku harus memperbaiki lagi robot sialan ini!" sungut Daffa kesal sambil mendekat ke sebuah robot yang tingginya tak lebih dari pinggangnya. Robot itu membawa sebuah nampan yang berisi es teh manis pesanan Daffa.

"Sruuttt...!" Daffa menyeruput es teh manis sampai nyaris tak bersisa. Terasa tenggorokannya menjadi lebih segar. Daffa kembali menyalakan layar hologram melalui tombol yang ada di jam tangannya. Kemudian jarinya menyentuh salah satu aplikasi yang tertera dalam layar itu. Seharian ini, sudah 20 film yang dia tonton tapi Daffa masih bosan. Kamar tidurnya yang berukuran 4x4, nampak dingin. Dindingnya berwarna pualam semakin menambah kesan dingin dari kamar itu, padahal lampu LED yang tertanam di langit-langit kamar menyala begitu terang.

"Elu gak silau pake lampu kamar seterang ini?" protes Cody sewaktu dia main ke rumahnya. Cody terheran-heran dengan pilihan Daffa akan lampu di kamarnya. Daffa hanya tersenyum menanggapi protes Cody.

Entahlah, Daffa juga tak tahu alasannya kenapa dia begitu menyukai terang. Kata Ibu, dari sejak bayi Daffa selalu menjerit ketakutan kalau ruangan di dalam rumahnya gelap. Bahkan berkali-kali Daffa kecil seketika meronta dan menjerit saat gerbong Hyperloop (sebuah kereta berkecapatan tinggi -red) atau flying car yang ditumpanginya masuk kedalam terowongan. Sampai sekarang ketakutan ini masih Daffa rasakan, meski mau tidak mau, dia harus menekan rasa takut itu saat dia berada diluar rumah.

Daffa ingat, waktu pertama kali dia mengikuti praktek robotech di sekolahnya. Pak Royan guru robotech, tiba-tiba mematikan lampu laboratorium pada saat menerangkan materi yang ada dalam infocus. Sekonyong-konyong Daffa menjerit tanpa dia sadari. Tentu saja seisi kelas heran dan kesal melihat tingkah Daffa. Dan karena hal itu, teman-temannya menganggap dia aneh dan tidak ada dari mereka yang mau berteman dengannya. Untungnya masih ada Cody, satu-satunya teman di kelasnya yang masih mau bermain dengannya meski terkadang Cody pun suka tercengang melihat keajaiban Daffa.

"... kabar terakhir yang berhasil kami himpun dari saksi mata yang melihat Princess Sharon, ada sebuah flying car berwarna hitam keluar dari mansion dimana Princess Sharon tinggal..."

Lagi-lagi berita kehilangan Princess Sharon kembali muncul, serentak disetiap kanal media sosial yang bisa diakses oleh seluruh penduduk termasuk watchflix, aplikasi menonton yang seharian ini Daffa akses.

"Huuuh...mengganggu sekali!... mentang-mentang yang hilang anak presiden, jadi yang heboh harus seluruh dunia!" rutuk Daffa kesal.

Dengan kasar, dia tekan tombol di layar jam tangannya. "Kliik!" seketika layar hologram di depannya mati. Lalu Daffa berjalan mendekati tempat tidur di ujung kamar, pelan dia rebahkan tubuhnya di atas kasur. Masih diantara cahaya lampu kamar yang terang benderang, Daffa mencoba memejamkan matanya, tapi berbagai pikiran berantai memasuki ruang khayalnya. Sampai akhirnya, Daffa kelelahan dan terlelap dalam mimpinya.

********

"Daffa, perkenalkan ini Caesar!... robot cantik ini, ayah rancang buat melayani kamu. Dia hebat, bisa mengerjakan semua pekerjaan di rumah ini," terang ayah suatu hari, saat membawa sebuah robot berbentuk manusia kehadapan Daffa. Seingat Daffa, umurnya masih 4-5 tahunan dan seingatnya tinggi robot itu kurang lebih sama dengan tinggi badannya.

Waktu itu, perusahaan ayah sedang bereksperimen membuat robot rumah tangga yang bisa dipakai oleh masyarakat. Robot itu bermata lebar dan mulut yang nyaris selalu menganga. Nampak kabel berwarna-warni, saling melintang di sela-sela rangkaian besi yang membentuk tubuhnya. Suara robot itu berisik, setiap berbicara, dari mulutnya yang menganga juga keluar suara musik yang tak beraturan. Kata ayah, robot tersebut adalah robot percontohan yang masih harus disempurnakan, sebelum nantinya akan diproduksi secara massal. 

Meski Daffa selalu terganggu dengan suara yang keluar dari mulutnya, pada akhirnya Daffa terbantu dengan keberadaan robot itu. Lumayan lah, cukup dengan memberi perintah melalu microphone di jam tangannya, robot itu bisa mengerjakan segala hal sesuai perintahnya.

Setelah masuk SMP, Daffa meminta kepada orangtuanya untuk tinggal sendiri di sebuah apartemen tak jauh dari sekolahnya. Awalnya orangtua Daffa keberatan dengan permintaan Daffa tersebut, tapi mengingat peraturan sekolah Daffa yang selalu memberikan sanksi keras ke setiap muridnya yang terlambat datang, mau tidak mau kedua orangtuanya mengizinkan Daffa tinggal di apartemen dengan syarat Caesar dibawa serta.

Kedua orangtua Daffa sendiri, tinggal di sebuah komplek khusus para pekerja yang disediakan oleh perusahaan. Komplek itu berada sekitar 1 mil dari kota. Ayah Daffa adalah seorang Insinyur yang bekerja di perusahaan tersebut. Perusahaan tempat ayah Daffa bekerja adalah sebuah perusahaan milik pemerintah yang khusus melakukan eksperimen membuat peralatan-peralatan canggih yang kemudian diproduksi secara massal dan selanjutnya akan di distribusikan ke seluruh penduduk dunia.

Di era tahun 2122, bukanlah hal yang aneh kalau seluruh rumah dari penduduk di dunia mempergunakan robot semacam Caesar. Semua robot-robot itu dibagikan secara cuma-cuma oleh pemerintah. Begitupun dengan flying car, flying bike, jam tangan canggih seperti kepunyaan Daffa, dan berbagai peralatan canggih lainnya di bagikan secara merata oleh pemerintah ke seluruh penduduk dunia. Semua peralatan tersebut dibuat dengan model dan warna yang serupa satu sama lain, sehingga tak ada alasan dari penduduk untuk saling iri dan saling pamer kekayaan.

Tahun 2122, penduduk dunia bersatu dibawah satu kekuasaan. Tidak ada lagi negara Amerika, Rusia, China dan negara-negara seperti cerita seratus tahun kebelakang yang pernah Daffa baca di e-book. Tak ada lagi warung, pasar, mall dan supermarket. Semua kebutuhan penduduk dibagikan secara gratis oleh pemerintah. Setiap penduduk cukup memesan setiap kebutuhannya secara virtual, dan...triing! tak lama pemerintah pasti langsung mengirimkan setiap kebutuhan sesuai pesanannya itu. Segala fasilitas tersebut, diatur dan diawasi oleh pemerintah yang dikepalai oleh seorang presiden.

Presiden yang saat ini sedang berkuasa bernama Sir Louis Alexander, seorang teknokrat berkulit putih kemerahan dan berambut pirang. Sedangkan istrinya bernama Priyanka Kapoor, ahli medis yang berkulit coklat dan berambut gelap. Anaknya Princess Sharon Alexander, umurnya kurang lebih seumur Daffa, 15 tahun. Dari berbagai media yang pernah Daffa akses, Princess Sharon berwajah cantik, dengan bola mata yang bulat, rambut ikal legam tapi berkulit putih terang. Sangat kontras dengan kedua orangtuanya.

Princess Sharon tinggal di sebuah komplek mansion, tempat khusus yang diperuntukan bagi keluarga presiden dan seluruh staf pemerintahan. Komplek mansion tersebut berada di kaki bukit, sebelah utara kota. Khusus untuk penghuni mansion, disediakan flying car dan flying bike berwarna hitam, berbeda dengan flying car dan flying bike yang biasa digunakan oleh penduduk biasa. Di sekeliling komplek mansion dijaga oleh ratusan robot polisi. Robot-robot itu berjaga tanpa jeda. Tak bisa sembarangan orang bisa masuk ke dalam mansion tersebut. Makanya hal yang cukup aneh, kalau tiba-tiba tersiar kabar menghilangnya Princess Sharon dari komplek mansion.

"Biiip...Biiiipp... Biiibiipp!"

Dari kemarin, suara itu berulang-ulang Daffa dengar, sayup sayup dari balik dinding apartemennya. Terkadang senyap, lalu kembali suara itu terdengar bersahutan. Daffa penasaran, suara aneh apa itu, kenapa suara itu muncul dibalik dinding apartemennya. Saat suara itu kembali terdengar, Daffa mendekatkan cuping telinganya ke dinding, berusaha menangkap secara jelas suara aneh itu.

"Tuk...tukkk!" Daffa mengetuk dinding apartemennya saat suara aneh itu berhenti. Berharap ada balasan dari balik sana. Tapi hening.

Daffa beranjak mendekat ke arah jendela. Jendela itu menghadap ke jalan raya tempat orang-orang berjalan lalu lalang. Di pelataran apartemennya nampak beberapa flying car dan flying bike yang terparkir. Semua kendaraan itu bebas di pakai oleh semua penghuni apartemen yang sudah memiliki surat izin mengendarai (SIM) khusus flying car dan flying bike. Kebetulan Daffa sendiri belum memiliki surat tersebut berhubung usianya belum 17 tahun, jadi saat ini Daffa tidak diperbolehkan mengendarai flying car dan flying bike.

Tiba-tiba mata Daffa terpaku pada sebuah flying car yang terparkir paling pojok agak terhalang oleh tiang papan nama apartemen. Nampak aneh, karena dari sekian banyak flying car yang terparkir, warna flying car tersebut agak mencolok. Flying car itu berwarna biru agak gelap, tidak seperti flying car pada umumnya yang berwarna biru terang.

"Sepertinya itu tipe flying car keluaran terbaru karena warnanya beda dengan yang lain?" pikir Daffa. Matanya dia picingkan berusaha melihat secara jelas keanehan dari flying car itu.

"Cody... lu dimana?" tanya Daffa berbicara melalui microphone di jam tangannya.

"Gue di lagi main virtual game, ada apaan?" suara Cody terdengar di balik jam tangan Daffa.

"Lu ke apartemen gue deh sekarang, ada yang aneh nih disini!" perintah Daffa kemudian.

"Apaan yang aneh? paling yang aneh itu, tuh lampu kamar elu yang seterang matahari!" cibir Cody dari sebrang.

"Aaah...buruan sini, jangan banyak omong! penting niiih!" seru Daffa

"Iyaa... iya, gue kesana deh!" jawab Cody akhirnya menutup obrolan.

Sambil menunggu kedatangan Cody, Daffa berharap suara aneh dari balik dinding apartemennya terdengar lagi. Tapi masih senyap. Daffa hanya mendengar sayup-sayup suara desingan flying car dan flying bike yang lalu lalang di atas langit. Dan juga suara nafas serta detak jantungnya yang saling bersahutan.

"Heey... berita penting apaan?" tanya Cody menerobos tiba-tiba setelah pintu apartemennya bergeser secara otomatis.

"Mau minum apa lu?" Daffa malah balik bertanya, pandangnya tak lepas dari layar hologram di depannya.

"Gak usah... gue lagi gak haus! Gue cuman haus berita penting yang tadi elu bilang!" sungut Cody kesal melihat sikap Daffa yang malah asik dengan layar hologramnya.

"Tenaaang bossku, santaaii...yuuk duduk sini!" ajak Daffa setelah mematikan layar hologram di depannya. Lalu beranjak menuju sofa yang merapat ke dinding di sebrang tempat tidurnya.

"Sstt...!" bisik Daffa sambil meletakan jari telunjuk di depan bibirnya, manakala melihat Cody yang hendak protes atas sikapnya.

"Diaaam, jangan berisik!" lagi-lagi Daffa berbisik. Badannya dia condongkan ke arah dinding, dan telingannya dia rapatkan ke dinding. Refleks Cody melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Daffa.

"Ada apaan sih, Daff?" tanya Cody ikut berbisik. Tapi Daffa tak menjawab, sikapnya masih sama seperti tadi. Sedetik, dua detik sampai tak terasa lima menit mereka berdua merapatkan telinga di dinding.

"Iiih...kita ngapain sih, Daff!" protes Cody akhirnya, semakin kesal atas sikap aneh Daffa. Dia juga kesal akan dirinya yang malah ikut-ikutan bersikap aneh seperti Daffa.

"Dari tadi pagi, gue ngedenger ada suara aneh dari kamar sebelah," jelas Daffa masih dengan suara berbisik. "Jangan-jangan itu setan, Cod?" Daffa bergidik membayangkan ada mahluk halus di kamar sebelah.

 "Yah emang kamar sebelah udah ada yang ngisi kali... apanya yang aneh? isinya setan juga kan bukan hal yang aneh? ...justru yang aneh itu elu! ...ga jelas tau ga!" sungut Cody kesal tapi suaranya ikutan berbisik meski matanya melotot ke arah Daffa.

Sekonyong-konyong, Daffa dan Cody mendengar suara yang sangat pelan dari balik dinding. Suara seperti sesuatu yang sedang berjalan hilir mudik. Suaranya pelan nyaris tertelan degup jantung mereka.

"Bippp...bibiiiipppp!"

"Tuuuh kan, apa gue bilang...ada yang aneh dari kamar sebelah!" Daffa kembali mencondongkan badannya ke arah dinding. Cody yang sama-sama penasaran, ikut mencondongkan badannya juga.

"Gini aja, gimana kalo elu cek siapa penghuni kamar sebelah?" usul Daffa kemudian.

"Ogah aah...nanti di kira gue penguntit. Lagian kalo beneran ada orang di kamar sebelah gue yakin itu penghuni baru!" Cody menggeleng, tak setuju usul Daffa.

"Yaah elu ngeceknya pake komputer, bukan ngintip dari lubang angin!" seru Daffa lalu berjingkat menjauhi sofa.

"Hmmm...menarikkk! Oke gue coba," Cody lantas menekan tombol di layar jam tangannya. "Sruuutt!" tak lama layar hologram muncul di depan matanya. Tangannya terampil menggeser setiap halaman yang muncul pada layar tersebut.

"Ahaaaa...Got it!" Cody berseru, tangannya dia rentangkan ke atas. Daffa meloncat ke atas sofa di sebelah Cody. Matanya ikut menelusuri tampilan di layar hologram milik Cody.

"Password : XXXX1010, Username : PS_HUMAN, Age : 15 years old, email : ps_human@southlovelia.xcom Address : Msn 17, South Lovelia, Lovelia United, Message : purple" 

Daffa dan Cody saling bertatapan, aneh.

PS_HUMAN? Maksudnya apa? Usianya 15 tahun? Berarti seusia mereka berdua. Dan dimana itu Msn 17? Sepertinya Daffa belum pernah mendengar wilayah di Lovelia United yang bernama Msn 17. Purple? ungu? apa maksud dari pesan itu.  Mereka berdua semakin penasaran.

"Coba elu masuk ke emailnya, tanya dia siapa," usul Daffa

"Hallo...kamu manusia bukan?"

 Sreeet...kliik! Cody menyentuh tombol enter di tampilan layar.

"Laaah...kenapa elu nanyanya begitu?" protes Daffa.

"Buat mastiin dulu, siapa tau beneran yang di sebelah itu setan," Cody terkekeh.

Hening.

Tak ada balasan dari sebrang. Daffa mengedikan bahunya, bingung selanjutnya harus bagaimana.

Traak!

Tak lama, tiba-tiba masuk email balasan. Daffa dan Cody kembali saling bertatapan. Aneh, yang muncul di layar hanya garis putus-putus berwarna ungu pucat.

PURPLE!

Nampaknya pesan ini berkaitan dengan data yang tadi berhasil Cody retas.

 "Wuiddiih, seruu niih!" seru Cody sambil mengetik sesuatu di tampilan layar hologramnya.

            Sreet! Cody menggeser tampilan layar hologramnya.

"Purple code is sometimes used to describe child abductions"

 (kode ungu kadang-kadang dipakai untuk menjelaskan adanya penculikan anak -red).

"Eehh...eeh, purple? penculikan? maksudnya apa, Cod? siapa yang diculik?" Daffa menatap layar hologram Cody.

Sreet! Kembali Cody menggeser tampilan layar hologramnya.

"Lu sadar gak kalo kata purple itu related dengan berita viral yang muncul dua hari kebelakang?" bisik Cody, pandangnya tak lepas dari layar hologram di depannya.

"Berita apa? Purple judul album terbarunya JTS?" 

(JTS, salah satu boyband terkenal dari wilayah tengah, Lovelia United            -red).

"Bukaaan...! Lu pernah baca berita menghilangnya Princess Sharon kan?"

"Yuup!" Daffa mengangguk.

"Naaah... jangan-jangan data dan pesan ini berkaitan dengan berita menghilangnya Princess Sharon!" Cody menatap Daffa lekat, nampak antusias sekali anak ini. Ibarat bocah yang berhasil merapihkan puzzle, matanya berkilat penuh semangat.

"Aah...gak mungkiiin. Ngapain juga itu penculik ngumpetin Princess Sharon di apartemen ini. Robot polisi pasti sudah mendeteksi keberadaan Princess Sharon dari kemarin-kemarin," Daffa menggeleng, berusaha menyangkal kemungkinan yang tadi Cody utarakan.

"Coba lu baca breaking news yang muncul sore ini!" Cody menunjukan salah satu berita di layar hologramnya.

"...kabar terbaru mengenai hilangnya Princess Sharon. Jendral McQueen, Inspektur Keamanan yang bertanggungjawab atas keamanan mansion tempat tinggal keluarga presiden dan staff pemerintahan, sampai berita ini diturunkan tidak diketahui keberadaannya. Kemungkinan menghilangnya Jendral McQueen ada hubungannya dengan menghilangnya Princess Sharon. Seperti kita tahu, Jendral McQueen merupakan anak dari Sir Albert Hudson, salah satu pesaing Sir Louis Alexander pada saat pemilihan presiden satu tahun yang lalu. Diduga, aksi penculikan Princess Sharon, adalah pembalasan pihak Sir Albert Hudson yang mengalami kekalahan..."

            Daffa terdiam, nafasnya serasa tercekat setelah membaca berita yang tadi Cody tunjukan. Bayangkan, jika dugaan Cody itu benar, berarti keberadaan dan keselamatan Princess Sharon hanya selapis dinding kamar apartemennya. Sedekat itu, tapi Daffa tak tahu harus berbuat apa. Bagaimana caranya menyelamatkan Princess Sharon, sedangkan dia sendiri masih belum yakin akan kebenaran dugaan Cody.

"Apa yang harus kita lakukan Cod?" bisik Daffa. Suaranya terdengar bergetar. Dia antusias tapi di sisi lain, dia juga ketakutan.

"Hmm... gue coba forward data dan pesan tadi ke email Kantor Keamanan Pemerintah!" Cody kembali sibuk menggeser tampilan layar hologramnya, sambil sesekali jarinya mengetikan sesuatu.

"Emang mereka bakal percaya informasi dari bocah macam kita, Cod?"

"Tadi kan gue ngeretas email pribadinya Princess Sharon. Jadi mereka pasti mengira Princess Sharonlah yang mengirimkan data dan pesan itu dari email pribadinya itu," terang Cody.

"Kenapa Princess Sharon gak ngirimin pesan itu sendiri dari kemarin-kemarin?"

"Kayaknya sih karena Princess Sharon di jaga dengan ketat. Lu denger sendiri kan suara aneh yang hilir mudik di kamar sebelah? Kemungkinan itu robot khusus yang di simpan oleh Jendral McQueen buat melayani Princess Sharon sekaligus mengawasi Princess Sharon supaya tidak kabur," lanjut Cody, matanya lekat menatap tampilan layar hologram di depannya.

Traak!

"Yes...selesai!" Cody berseru.

"Udah gue kirim, semoga pihak Kantor Keamanan segera merespon pesannya,"

Sruuutt!

Tak lama, layar hologram Cody menghilang setelah Cody menekan tombol di jam tangannya.

"Gue hausss...mana minuman buat gue!" seru Cody. Daffa mendekatkan mulutnya di depan microphone jam tangannya, memerintahkan Caesar untuk menyiapkan minuman buat Cody.

"Gue masih gak habis pikir, kenapa Jendral McQueen sampai menculik Princess Sharon. Hanya karena dendam, sampai gelap mata berbuat itu? Apa sih yang dia minta sebagai tebusannya? Gak mungkin minta di transfer Vcoin kan? (Vcoin adalah mata uang yang dipakai oleh seluruh penduduk dunia saat ini-red) atau jangan-jangan secara gak langsung, dia dan keluarganya sedang berusaha mengkudeta pemerintahan Sir Alexander? Hanya untuk sebuah kekuasaan sampai terpikir untuk menculik anak orang?" Daffa menggeleng tak habis pikir.

Di tahun 2122, tingkat kejahatan penduduk dunia nyaris nol persen. Semua tatanan kehidupan dan keamanan masyarakat dijamin sepenuhnya oleh pemerintah. Tidak ada lagi kaya dan miskin, strata sosial di masyarakat semuanya rata. Tidak pernah ada kejadian pelanggaran berlalu lintas. Tidak ada kemacetan, tidak ada kecelakaan. Flying car dan flying bike yang biasa dipakai oleh penduduk, semua dikendalikan secara otomatis. Meskipun begitu, tetap saja hanya yang memiliki surat izin yang diperbolehkan mengendarai flying car dan flying bike.

Kejahatan terbesar yang akan mendapatkan hukuman berat adalah membuang sampah dan menebang pohon. Apabila ada penduduk yang tertangkap radar pengawas robot polisi sedang melakukan dua hal diatas, penduduk tersebut bisa langsung di jatuhi hukuman tanpa melalui proses pengadilan. Hukumannya tak main-main, diasingkan ke planet Lotus selama bertahun-tahun. 

Mau tahu planet Lotus itu apa? Itu adalah planet buatan yang khusus dibuat pemerintah sebagai tempat untuk menguburkan penduduk yang meninggal dan tempat untuk mengasingkan penduduk yang melakukan kejahatan. Letaknya ratusan tahun cahaya dari bulan. Kata ibu, di sana sangat dingin, karena sinar matahari terhalang oleh bulan. Kebanyakan orang yang mendapat hukuman diasingkan ke planet Lotus, berakhir tragis dengan meninggal di sana.

Hiiyy! Tak terbayangkan hukuman apa yang akan didapat oleh Jendral McQueen seandainya benar dia yang melakukan penculikan atas Princess Sharon.

*****

Kesokan harinya, pagi-pagi sekali Daffa mendengar keributan dari kamar sebelah. Terdengar suara-suara robot polisi saling bersahutan dan di tambah desingan sinar laser yang keluar dari ujung tungkai robot-robot itu. Daffa berjingkat, mencoba mengintip dari door viewer pintu apartemennya. Tak begitu jelas terlihat apa yang sedang terjadi. Hanya saja, Daffa bisa melihat ada puluhan robot polisi yang bergerak lalu lalang di depan kamar apartemennya.

Tak lama, Daffa mendengar ada suara anak perempuan yang keluar dari kamar, di ikuti suara berat seorang laki-laki dewasa yang terdengar berteriak seperti memberontak.

"Biippp...biiippp!" lalu suara aneh yang dari kemarin Daffa dengar juga ikut berisik. Sepertinya mereka di giring oleh para robot polisi menuju Police flying car di pelataran apartemen. Daffa berlari kearah jendela, ingin menyaksikan kelanjutan hiruk pikuk yang beberapa saat lalu terjadi di depan apartemennya.

Dari atas, Daffa melihat Princess Sharon berlari menuju pelukan kedua orangtuanya. Sir Louis Alexander dan istrinya nampak lega dan haru memeluk putri semata wayangnya dengan erat. Beberapa robot polisi berjaga mengelilingi mereka bertiga. Di sisi lain, Daffa melihat seorang laki-laki berseragam, digiring paksa oleh puluhan robot polisi menuju Police flying car yang terparkir di muka gerbang apartemen.

"Biippp...biiippp!" Dibelakangnya berjalan robot berbentuk aneh yang masih ribut mengeluarkan suara berisik.

Daffa yang menyaksikan semuanya dari balik jendela, hanya bisa tersenyum lega. Dia bangga karena dia dan Cody bisa ikut membantu pembebasan Princess Sharon dari tangan penculik.

"...Breaking News langsung dari pantauan satelit Lovelia Telecomunico, akhirnya para robot polisi berhasil membebaskan Princess Sharon dari tangan anak buahnya Jendral McQueen, di sebuah apartemen yang berada di Blok H1, Lovelia Centre barat daya gedung Techno Junior High School. Dan seperti berita sebelumnya, Jendral McQueen adalah benar dalang dari penculikan atas diri Princess Sharon. 

Belum diketahui pasti apa motif dari penculikan ini, hanya saja hukuman diasingkan ke planet Lotus bagi Jendral McQueen dan anak buahnya sudah ada di depan mata. Jika terbukti ada pihak lain yang ikut terlibat, hukuman serupa siap-siap akan diterima juga. Demikian laporan langsung dari pantauan satelit Lovelia Telecomunico yang bisa saya sampaikan saat ini..."

Daffa menatap lekat siaran berita di balik layar hologramnya dengan senyum yang mengembang.

*******

Tok...took!

Terdengar suara ketukan di balik pintu apartemen Daffa.

Setelah peristiwa penculikan Princess Sharon dan drama pembebasannya, Daffa kembali berkutat dengan dunianya yang membosankan. Liburan akhir semester masih tinggal beberapa hari lagi, dan Daffa harus cukup puas menghabiskan waktu liburannya dengan bermain virtual game, menonton wacthflix, menonton ae-tube, makan, tidur, sesekali menerima kedatangan Cody dan kegiatan sama yang berulang tanpa hal yang berarti. Liburan kali ini Daffa terpaksa tidak bisa mengunjungi orangtuanya seperti biasa, karena ayah sedang bertugas ke wilayah North Lovelia yang jaraknya ratusan mil dari kota. Tentu saja ibu turut serta mendampingi ayah.

            Tok...took...tokk! Terdengar pintu kembali diketuk.

"Daaff...kok pintunya gak lu buka siih?" teriak Cody dari balik kamar mandi.

"Iyaa...bentaaar!" Daffa balas berteriak.

Dengan malas Daffa mendekat ke arah pintu. Daffa mengintip di balik door viewer pintu apartemennya. Di sebrang, terlihat seorang gadis seumuran dengannya, sedang berdiri di dampingi dua buah robot seperti Caesar. Gadis itu berkulit terang, rambut ikal legam, matanya bulat dan memakai sweater ungu!

Sreeet! Daffa menekan tombol yang ada di jam tangannya, dan perlahan pintu apartemennya bergeser.

"Haii!" gadis itu menyapa dengan ramah. Mata bulatnya semakin terlihat lebar dan bersinar.

"Haaii...!" kembali gadis itu menyapa, tangannya dia lambaikan di depan muka Daffa.

"Ohhh...hai!" balas Daffa setelah tersadar dari keterkejutannya.

"Kamu Daffa kan?" gadis itu bertanya masih dengan nada ramah. Daffa mengangguk.

"Aku Sharon, Princess Sharon!" lanjut gadis itu sambil mengulurkan tangannya. Daffa gugup menerima uluran tangan Princess Sharon. Lembut dan dingin telapak tangannya menyentuh permukaan kulit Daffa.

"Aku mau mengucapkan terima kasih sama kamu, dan juga sama Cody teman kamu. Berkat kalian, akhirnya aku bisa ditemukan. Kalian hebat!" terang Princess Sharon.

"Siapa Daff?" tiba-tiba muka Cody muncul dibalik punggung Daffa. Mulutnya menyeringai lucu ke arah Princess Sharon yang berdiri mematung di depan Daffa.

"Haii...aku Sharon!" sapa Princess Sharon ke arah Cody.

"Haii...aku Cody!" balas Cody sambil mengulurkan tangannya. Princess Sharon menyambut uluran tangan Cody, tersenyum geli melihat tingkah Cody yang kocak.

"Daff, ada tamu kok gak lu ajak masuk sih!" tegur Cody, matanya melotot ke arah Daffa yang masih mematung.

"Eiyaa...yuk masuk!" ajak Daffa akhirnya. Terasa semburat hangat menjalar di wajahnya karena gugup dan malu. Seandainya Daffa berdiri di depan cermin, tentu dia bisa melihat merah di wajahnya serupa dengan udang rebus.

Princess Sharon duduk di sofa berhadapan dengan Dafa dan Cody. Kemudian dia menceritakan secara gamblang dari awal peristiwa penculikan sampai akhirnya dia ditemukan.

Saat tahu dia diculik oleh orang suruhannya Jendral McQueen, Princess Sharon dengan cerdik sengaja meninggalkan data tentang dirinya dengan nama samaran dan kode tertentu di sebuah aplikasi dengan harapan ada orang yang bisa meretas data tersebut dan bisa dijadikan petunjuk keberadaan dirinya. Dan benar saja, dua hari setelah itu, datanya ada yang meretas dan meneruskan ke email Kantor Keamanan Pemerintahan.

Princess Sharon juga bercerita setelah dibebaskan, dia penasaran siapa orang yang bisa meretas data yang dia buat. Princess Sharon lalu menghadap kepada kepala Kantor Telekomunikasi Pemerintahan untuk mencari tahu siapa orang yang bisa meretas data tersebut. Berkat penelusuran tim dari Kantor Telekomunikasi Pemerintahan, akhirnya Princess Sharon bisa mengetahui titik koordinat dimana orang itu berada. Dan sungguh terkejut, saat dia tahu kalau titik koordinatnya ternyata tepat berada di sebelah kamar apartemen tempat dia disekap.

"Begitulah kira-kira akhir petualangan ini! seru kaaan?" Princess Sharon mengakhiri cerita dengan tawa renyahnya. Keempat mata yang ada di depannya terpaku, nyaris tak berkedip sepanjang dia bercerita.

"Sekarang, aku mau menyampaikan undangan dari Papa dan Mamaku buat kalian berdua. Mereka mengundang kalian untuk datang ke mansion. Mereka ingin bertemu kalian, dan mengucapkan terima kasih karena sudah berhasil menyelamatkan aku,"

Sejak saat itu, nama Daffa dan Cody langsung viral di berbagai media sosial. Teman-teman sekolahnya yang selama ini selalu memandang aneh, menjadi lebih bersahabat. Beberapa dari mereka terlihat begitu hormat, karena Daffa dan Cody sudah berjasa dalam menyelamatkan Princess Sharon, putri satu-satunya presiden Lovelia United.

*****

(cerpen ini pernah diikut sertakan dalam lomba menulis cerpen bertema futuristik yang diselenggarakan oleh Al Multazam Boarding School tk. SMP/MTs Nasional tahun 2022 dan keluar menjadi juara kedua)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun