Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Masyarakat Simbolik-Artistik yang Jujur Tapi Tidak Vulgar

21 Juli 2025   22:15 Diperbarui: 21 Juli 2025   22:15 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ekspresi tabu dan gelap dianggap tidak layak tampil kecuali dalam bentuk sensasional (klikbait).

  • Ekspresi estetis yang menyublimasi dianggap tidak menarik secara komersial, sehingga "tidak dipromosikan."

  • Artinya: jika bicara tentang luka, hasrat, atau kegilaan batin, ekspresimu harus vulgar agar viral atau senyap agar selamat. Tidak ada ruang simbolik yang pelan, berlapis, dan kontemplatif.

    3. Dualisme Biner: Hilangnya Wilayah Abu-abu

    Dampaknya pada masyarakat? Terjadilah kehilangan wilayah abu-abu, tempat di mana seni dan filsafat semestinya tumbuh. Masyarakat tidak diajak memahami, hanya diajak memilih:

    • Apakah kamu menolak kekerasan atau menikmatinya?

    • Apakah kamu mendukung kebebasan atau menyembah aturan?

    • Apakah kamu mengungkap trauma atau diam selamanya?

    Pertanyaan-pertanyaan ini terlalu hitam-putih untuk jiwa manusia yang kompleks. Dan ketika seni tidak lagi bisa bermain di wilayah abu-abu, maka yang lahir bukan kebebasan, melainkan kekeringan batin.

    C. Hipokrisi dan Represi yang Menyuburkan Disfungsi Pribadi dan Sosial

    Di balik wajah moralitas kolektif yang rapi dan tertib, sering tersembunyi sesuatu yang rapuh dan penuh tekanan: hipokrisi. Sebuah masyarakat yang melarang pembicaraan tentang sisi gelap manusia---seperti hasrat terlarang, kecenderungan destruktif, atau luka psikologis---namun tidak menyediakan ruang sublimasi artistik dan reflektif, akan tumbuh menjadi masyarakat yang pura-pura sehat namun retak di dalam.

    HALAMAN :
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun