Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Masyarakat Simbolik-Artistik yang Jujur Tapi Tidak Vulgar

21 Juli 2025   22:15 Diperbarui: 21 Juli 2025   22:15 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di titik inilah seni dan literasi emosional bertemu: seni memberi bentuk bagi rasa, dan literasi emosional memberi makna bagi bentuk itu. Bersama-sama, keduanya menciptakan budaya baru yang berani jujur tapi tidak norak, berani gelap tapi tidak brutal.

3. Kelas dan Komunitas sebagai Ruang Eksperimen Kemanusiaan

Pendidikan tidak selalu harus di sekolah. Komunitas seni, ruang baca, sanggar puisi, hingga lokakarya menulis trauma---semua bisa menjadi laboratorium kecil untuk membangun masyarakat simbolik. Bahkan media sosial, jika diarahkan dengan estetika dan kurasi yang matang, bisa menjadi ruang baru untuk menyuarakan luka tanpa menjadikannya tontonan murahan.

Yang dibutuhkan adalah:

  • Fasilitator yang peka, bukan guru yang menggurui.

  • Ruang yang aman, bukan panggung untuk unjuk penderitaan.

  • Narasi yang berlapis, bukan narasi hitam-putih.

Pendidikan seni dan literasi emosional bukan lagi kebutuhan tambahan di zaman ini. Ia adalah jalan tengah yang esensial di tengah masyarakat yang kehilangan cara bersuara tanpa berteriak, atau menahan tanpa meledak.

"Anak-anak tak perlu diajari menjadi seniman. Mereka hanya perlu tidak dilatih menjadi sensor otaknya sendiri."

C. Mendorong Narasi Publik yang Mengangkat Luka dan Hasrat Manusia dengan Etis dan Estetis

Setiap zaman memiliki kisah-kisah luka dan hasratnya sendiri. Bedanya, cara zaman itu bercerita---itulah yang menentukan apakah masyarakat tumbuh dewasa atau justru makin gamang. Dalam masyarakat modern yang dijejali oleh algoritma, politik identitas, dan kapitalisasi emosi, tantangan utama kita adalah menghidupkan kembali narasi publik yang mampu memanusiakan manusia---dalam seluruh gelap dan cahayanya---tanpa menjatuhkannya ke jurang vulgaritas atau represi.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun