Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Masyarakat Simbolik-Artistik yang Jujur Tapi Tidak Vulgar

21 Juli 2025   22:15 Diperbarui: 21 Juli 2025   22:15 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

1. Represi Psikologis: Luka yang Tidak Diolah Menjadi Bom Waktu

Psikologi modern, sejak Freud hingga Jung, telah menekankan bahwa segala hal yang ditekan terlalu dalam tanpa ventilasi artistik akan muncul kembali dalam bentuk yang lebih destruktif. Entah sebagai gejala psikosomatik, perilaku kompulsif, kekerasan domestik, atau pelarian adiktif (narkoba, pornografi, konsumtivisme).

Ketika seseorang hidup dalam masyarakat yang melabeli gejolak batinnya sebagai dosa atau aib, tapi tidak memberinya ruang untuk mengolah dan menyalurkan secara simbolik, maka gejolak itu akan mencari jalan keluar yang lebih tidak terkendali.

Singkatnya:
Yang tidak disublimasi, akan meledak.
Yang tidak dinarasikan, akan menyakiti.

2. Hipokrisi Kolektif: Antara Larangan dan Kenyataan

Lihatlah fenomena sosial hari ini:

  • Masyarakat melarang pembicaraan tentang seksualitas, tapi mengonsumsi konten sensual secara diam-diam.

  • Mengagungkan kesetiaan dan tata adat, tapi menyembunyikan perselingkuhan, kekerasan rumah tangga, dan trauma lintas generasi.

  • Mengecam seniman yang bicara soal luka batin dan hasrat, tapi mengidap luka serupa dalam diam dan merasa sendirian.

Ini bukan sekadar kemunafikan, melainkan ketakutan kolektif terhadap kejujuran emosional. Hipokrisi tumbuh bukan karena masyarakat jahat, tapi karena mereka tidak dibekali medium estetis yang aman untuk mengolah kompleksitas dirinya.

Maka, disfungsi sosial pun mengakar:

  • HALAMAN :
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun