Karena Alif terus menangis, hatiku pun iba. Tak tega membiarkannya ketakutan begitu.
"Sudahlah, Nak. Mau gimana lagi. Semua sudah terjadi. Alif sekarang tenang dulu. Nggak usah menangis lagi." Ku usap-usap kepalanya untuk menenangkan.
"Alif takut Bunda. Takut Boby dan mamanya marah. Takut sama Ayah dan Bunda juga. Gimana nanti Alif bisa mengganti sepeda itu Bunda?" Alif terus menangis.
Rasa haru menguasai hatiku. Kupeluk erat Alif.
"Alif tak perlu khawatir. Bunda akan ganti sepeda itu. Sekarang, ayo kita ke rumah Boby. Kita harus berani bertanggung jawab."
*****
"Boby, Mama mana?"
"Belum pulang, Tante, masih di luar kota. Boby cuma sama Bibik di rumah."
"Boby, Alif udah berbuat salah, ngilangin sepeda Boby. Maafkan Alif, ya. Trus, nanti sampaikan ke mama, sepeda Boby akan tante ganti segera."
"Baik, Tante," jawab bocah itu.
Reaksi Boby terlihat biasa-biasa saja. Hanya garuk-garuk kepala mencerna kata-kataku barusan. Entah bagaimana reaksi mamanya nanti.