Tak ada upaya yang bisa kami lakukan selain menjual barang berharga yang bisa segera laku dan jadi uang.
Korban pertama adalah sepeda motor suamiku. Tak seberapa hasil penjualannya. Karena motor tua. Juga hanya satu bulan, uang hasil penjualan motor itu pun tandas.
Berikutnya, HP ku juga terpaksa dijual. Sebagai gantinya, kubeli HP GSM bekas sekedar untuk bisa menelpon.
Setelah HP itu, tak ada lagi barang berhaga yang bisa kami jual.
Dalam kondisi kritis demikian, suami coba bekerja apa saja. Dan, Alhamdulillah, sudah beberapa bulan ini dia bisa ikut kerja bangunan. Membantu temannya yang seorang tukang.
Namun, penghasilan seorang kuli bangunan tentunya tak seberapa. Hanya cukup untuk makan sehari-hari. Itupun sangat sederhana.
Oleh karena itu, aku bantu dengan menjual gorengan. Tiap pagi Alif yang mengantar ke warung-warung sekitaran komplek, kemudian mengambil uang hasil penjualannya setelah Ashar. Hasilnya lumayan untuk menambah-nambah biaya harian dan sisanya bisa ditabung sedikit-sedikit.
*****
Hari itu Alif bermain sejak siang. Menjelang Ashar, dia pulang ke rumah dengan sepeda, lalu bergegas ke dapur untuk minum. Setelah satu gelas penuh air habis diteguk, dia kembali berlari ke luar, hendak kembali melanjutkam bermain.
"Bunda, Alif main lagi, ya?" teriaknya sambil menaiki sepeda.
"Eh, Alif, tunggu! Sepeda siapa itu yang Alif pakai?" tanyaku sambil mendekati Alif yang sudah duduk di sadel sepeda.