"Sepeda Boby, Bunda."
"Boby? Boby mana?" tanyaku heran. Setahuku tak ada teman sepermainan Alif yang bernama Boby.
"Itu, loh, Bunda. Yang rumahnya di gang belakang, yang baru pindah."
"Ooo... yang baru pindah itu. Kenapa sepedanya Alif pinjam? Ini sepeda mahal, Nak. Nanti rusak kan kita harus mengganti rugi."
"Alif nggak pinjam kok Bunda. Boby yang selalu menawari. Anaknya baik banget loh, Bunda."
Aku mengangguk-angguk antara bahagia dan cemas mendengar penjelasan Alif. Bahagia karena melihat Alif begitu gembira bisa naik sepeda. Cemas karena itu sepeda orang dan kelihatannya sangat mahal.
Boby itu pasti anaknya Bu Susan. Ya, aku tahu dari para tetangga tentang warga baru itu. Sebagian warga sudah berkenalan dengan dia. Namun, Belum ada yang pernah bertemu atau sekedar melihat suaminya.
Sepertinya suami Bu Susan itu memang belum pernah ada di rumah. Ada yang bilang Bu Susan itu istri ke dua. Ada pula yang menggosipkan dia hanya istri simpanan. Itulah kenapa suaminya tak pernah terlihat.
Menuru Bu Tejo, si biang gosip komplek, Bu Susan itu orangnya ketus dan tak mau bergaul dengan warga lain. Agak sombong.
Dari yang kulihat sekilas ketika dia beberapa kali lewat di depan rumahku, penampilannya memang terkesan angkuh. Umurnya mungkin sebaya denganku. Tapi dia sangat cantik, terawat, sepertinya rutin ke salon. Secara ekonomi dia pasti berkecukupan.
Soal gosip-gosip itu, entahlah. Meski sedikit terpengaruh, aku tak mau ambil pusing. Soal karakternya, aku juga tak bisa menilai, karena sama sekali belum pernah bertemu, apalagi berinteraksi.