"Baiklah Koh, jadi sepeda ini sudah bisa langsung saya bawa?"
"Sekalian kami antar ke alamat Ibu, karena tadi pembayarannya sudah termasuk biaya pengantaran ke alamat."
"Alhamdulillaah... Tuhan memang maha penyayang."
*****
Alif menaiki sepeda baru itu. Wajahnya terlihat sedih. Sisa tangisan masih terlihat dari matanya yang sedikit sembab dan memerah.
Akhirnya ada sepeda baru datang ke rumah. Tapi bukan untuk Alif. Alif sedih, demikian pula aku. Hanya saja hatiku sedikit lega, karena tabungan untuk membeli sepeda Alif tak jadi terpakai.
"Bunda, bolehkan sepeda ini Alif pakai dulu satu hari sebelum kita serahkan ke Bu Susan?"
"Nggak boleh, Nak. Ini bukan punya kita. Kita harus segera serahkan ke pemiliknya."
Alif kembali berkaca-kaca.
Menjelang ashar, kami berdua berjalan menuju rumah Bu Susan. Alif menuntun sepeda sambil sesekali menyeka air mata.
*****