Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Hutan Keramat

22 Juni 2019   11:41 Diperbarui: 22 Juni 2019   11:55 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: idntimes.com

(dengan nada emosi) , dan menatap tajam ke Rande,  
Rande pun tidak menjawab langsung siap-siap membersihkan wajahnya dengan air, kemudian memasang sepatu karet untuk pergi kehutan. Rande teringat almarhum ibunya yang membelikan sepatu ini 5 bulan yang lalu. 

Sejak ibunya meninggal Rande tinggal bersama Uni dan Uda yang terdiri 3 orang. 2 Udanya  bernama Nando dan Amat sudah berkeluarga dan mereka membuka ladang gambir baru, dan menetap di rumah istrinya masing-masing. 

Uni adalah panggilan kakak di Minangkabau, sedangkan Uda adalah panggilan kakak dari Minangkabau.


Rande pun menatap sepatu dan membersihkan tanah liat yang menempel di telapak sepatu tersebut,  terimaksih mak, sudah membelikan saya sepatu ini, sehingga saya menjadi anak yang kuat, saya jadi rindu amak" kemudian tidak sadar Uninya datang dari belakang dan memberikan bekal untuk Rande,
"ini bekalnya sama air, bekok makan baduo samo abah, kalau pulang samo jo abah"

 
Rande berdiri dan mengambil bekal lalu dimasukkan dalam tas, "hati-hati,"

" yo Ni"


 Rande pun melangkan kaki membelah   hutan , tidak perlu lagi memberi tanda di jalan menuju ladang gambir yang berjarak sangat jauh dari perkampungan Bukik Lambak. Biasanya di hutan dia akan bertemu dengan beberapa warga yang sedang mencari kayu atau warga yang menuju ke ladang gambir. Karena dia telat berangkat jadi hanya 3 orang yang ditemui menuju hutan.

 Hari ini sangat cerah sehingga kicauan burung dan suara monyet hutan pun saling bersahutan.  Tidak jarang Rande melihat sarang burung kemudian Rande memanjat pohon tersebut memeriksa apakah terdapat telur burung, jika ada maka Rande membawanya ke ladang dan nanti dia rebus lalu di makan.


 sekarang Rande memang sial yang ada hanya sarang burung yang tanpa penghuni. Rande hanya mengelengkan kepala, kemudia menatap ke langit melihat matahahari sudah  sangat cerah dan posisinya sudah di puncak kepala. Rande berlari ke ladangnya, segan kalau abah sudah menyeleaikan semua pekerjaan.


***


Terik matahari mengeluarkan bulir-bulir keringat di kulit lelaki parubaya yang berkulit hitam pekat. Namun lelaki tersebut tidak mempedulikan tanpa penutup kepala dia bolak balik dari dapur kampaan untuk mengambil gambir yang sudah tersimpan diatas ayan dan dijemur tempat penjemuran yang sudah ditata di depan kampaan. Sesekali menatap langit biru yang terang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun