Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Hutan Keramat

22 Juni 2019   11:41 Diperbarui: 22 Juni 2019   11:55 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: idntimes.com

HUTAN KERAMAT eps 1

Kepulan asap dari tungku dapur di Bukit Lambak telah melayang mengudara. Kepulan asap telah menyatu dengan kabut pagi di pegunungan Bukik Lambak. Para ibuk-ibuk telah menyiapkan masakan untuk pengisi lambung keluarga.

 Cuaca dingin tidak menghentikan niat para pekerja untuk bertempur diparu-paru bumi untuk mengadu nasib dengan  menebang kayu, mencari getah karet dan diolah menjadi gambir,
Menbuat  lahan karet baru dan ada juga yang membakar hutan, berburu babi, monyet dan burung, untuk kepentingan pribadi, untuk hobi atau bisa juga jual beli transaksi di sebuah negri terpencil untuk bisa bertahan hidup. 

Kegiatan tersebut dilakukan oleh masyarakat pribumi, beberapa masyarakat dari daerah lain maupun provinsi lain juga bertahan hidup di daerah Bukik Lambak. Untuk bernapas, berkembang, dan terakhir dikuburkan di Bukik Lambak.


Terdapat satu keluarga yang hidup di hunian rumah panggung kayu, serta berlantai papan,  dapur yang masih menggunakan tungku kayu. Salah satu ialah Rande. Rande adalah anak keempat dari keluarga kecil  yang sudah berusia 18 tahun, tinggal di daerah terpencil membuat Rande tidak bisa menempuh pendidikan tinggi, karena masih kurangnya minat belajar dan sekolah. Rande putus sekolah ketika masih duduk dibangku SD.


 Orang tua Rande pun tidak memaksa Rande untuk sekolah. Kebanyakan anak laki-laki yang seumuran Rande bekerja membantu Abah mengampo, Ngampo   adalah sebutan masyarakat setempat.  Lebih tepatnya bekerja sebagai pembuat gambir. Profesi Mengampo kadang  bisa berpisah dengan keluarga selama berbulan-bulan, minimal 3 dan 6 bulan tinggal disebuah tengah hutan gambir yang jauh dari pemukiman.


 Jika ingin mengampo maka pekerja harus membawa bekal untuk bertahan ditengah hutan disebuah pondok kayu yang berlantai dua yang disebut Kanpaan, jika bekal tidak mencukupi untuk pasangan makan nasi, para pekerja  akan pergi memancing ikan di sungai atau mata air ditengah hutan. Tidak hanya ikan orang yang mengampo juga melakukan perburuan apapun hewan-hewan hutan yang halal. Dalam Mengampo biasanya terdiri dari satu tim yang terdiri dari 3-4 orang yang biasanya mereka memiliki ikatan keluarga.


Begitupun dengan Rande anak laki-laki yang berambut pendek, postur tubuh sedang dan berbadan tinggi itu melewati hari-hari dengan mengampo, unntunglah ladang abahnya tidak jauh dari rumahnya sehingga Rande tidak perlu menetap di ladang. Bukti beratnya kerja mengampo bisasanya pekerja  akan mengalami masa tua berpenyakitan dengan sesak napas atau batuk berat.


 Disebabkan waktu muda  berjuang mengeluarkan getah dari daun gambir, pengolahan gambir yang melalui banyak proses dari perawatan ladang, pemetikan daun gambir, pemerasan daun mengeluarkan getah, pemasakan getah pencetakan, penjemuran yang dilakukan siang dan malam, untuk malam hari selalu dihidupkan tungku api supaya getah cepat kering dan bisa ditimbang, satu biji gambir sudah bisa dijual setelah bewarna hitam, kering dan jika digigit akan keras dan dengan rasa khasnya yang sangat pahit .

Hanya hari  minggu Rande bisa berkumpul dengan kawan seumuranya, supaya  bisa pergi berburu mencari burung hutan yang memiliki bulu warna warni dan suara yang merdu. Melihat kondisi hutan Bukik Lambak yang masih asri, membuat hewan liar masih banyak berkembang biak dan berkeliaraan di tengah hutan. 


 Kemudian burung-burung tersebut di jual di kota. Meskipun kegiatan ini illegal untuk dilakukan, sebab beberapa burung yang ditangkap adalah hewan yang langka. Tapi karena rendahnya pendidikan mengakibatkan Rande dan kawannya hanya memikirkan keutungan dari penjualan hewan perburuan. 


 Rande memiliki teman yang bernama Iyol. Iyol selalu memanggil Rande dengan Uda, sebab umur Iyol masih dibawah Rande 2 tahun. Iyol memiliki warna yang kuning langsat sehingga, Rande dan kawanannya selalu memperolokkan Iyol dengan menyebut anak manja dan lemah, karena memiliki kulit warna putih. Apalagi orang tua Iyol sebagai Tokeh (Tengkulak) dari gambir dikampungnya.


 Meskipun Iyol berasal dari orang kaya, dan anak tunggal, dia juga sudah terpengaruh lingkungan dengan tidak sekolah sampai jenjang perkuliahan. Akhirnya Iyol menghabiskan waktu di rumah untuk membantu abahnya dan pergi beburu dengan Rande di hutan. 


Setiap berkumpul Iyol selalu di cap anak manja tapi Iyol sudah kebal dengan cacian dari Rande dan si kembar Roga Rogi dipangil dengan Sikomba. Roga dan Rogi adalah sepupunya Rande karena abahnya sikembar adik dari abahnya Rande. Kalau membedakan mereka berdua sangat mudah, Roga dia memiliki tahi lalat di pipi kanan yang besar, sehingga dia kesal jika selalu dibandingkan dengan Rogi yang wajahnya tanpa tahi lalat. 


Mereka berdua sama-sama memiliki rambut yang keriting  dengan alis mata yan tebal seeperti mau bersatu. Biasanya dipanggil dengan  karitiang masiak artinya yang mempunyai rambut keriting. 

Mereka memiliki kesamaan berburu,  dari pagi dan pulangnya sampai malam.
 Para orang tua sudah tidak merisaukan anak laki-laki yang seumuran Rande dan kawannya, karena mereka sudah dianggap besar dan madiri. Kecuali orang tuanya Iyol yang selalu mondar mandir datang kerumah Rande menanyakan kepulangan anaknya. 

Kalau orangtuanya Iyol sudah mencari, berarti Iyol akan mendapat teguran untuk tidak boleh pergi bergabung lagi dengan Rande. 

Iyol pasti mendengarkan orangtuanya berbicara tapi dia selalu melanggar aturan orang tuanya. Palingan cuma 2 hari dia tidak bertemu Rande kemudian kembali nongkrong  dengan kawan yang lain, kebiasaan itu sudah dimaklumi oleh orang tuanya. 


***


Suatu hari ketika Abahnya Rande sudah pergi ke hutan di ladang gambir Rande pun ketiduran, jadi abahnya menitipkan pesan ke Uni Rande untuk menyusul ke hutan, nyatanya Rande pun ketiduran selama berjam-jam, Uni Rande sudah kesal membangunkan Rande yang tidak mau bangun itu. 

Akhirnya setelah 3 jam ketiduran Uni pun mengambil selimutnya dan menyiram wajah Rande dengan air.
Langsung Rande berdiri dan mengusap wajahnya " atap bocorrrrrrr, atap bocor, atap bocor
Uni Rande berdiri disamping kasur, tidak ada atap yang bocor"

" yang bocor itu mato ang, abah lah 3 jam ka hutan dan Ang masih tidur, ndak kasihan nengok  abah yang lah tua kerja di hutan sendirian haaa? "

(dengan nada emosi) , dan menatap tajam ke Rande,  
Rande pun tidak menjawab langsung siap-siap membersihkan wajahnya dengan air, kemudian memasang sepatu karet untuk pergi kehutan. Rande teringat almarhum ibunya yang membelikan sepatu ini 5 bulan yang lalu. 

Sejak ibunya meninggal Rande tinggal bersama Uni dan Uda yang terdiri 3 orang. 2 Udanya  bernama Nando dan Amat sudah berkeluarga dan mereka membuka ladang gambir baru, dan menetap di rumah istrinya masing-masing. 

Uni adalah panggilan kakak di Minangkabau, sedangkan Uda adalah panggilan kakak dari Minangkabau.


Rande pun menatap sepatu dan membersihkan tanah liat yang menempel di telapak sepatu tersebut,  terimaksih mak, sudah membelikan saya sepatu ini, sehingga saya menjadi anak yang kuat, saya jadi rindu amak" kemudian tidak sadar Uninya datang dari belakang dan memberikan bekal untuk Rande,
"ini bekalnya sama air, bekok makan baduo samo abah, kalau pulang samo jo abah"

 
Rande berdiri dan mengambil bekal lalu dimasukkan dalam tas, "hati-hati,"

" yo Ni"


 Rande pun melangkan kaki membelah   hutan , tidak perlu lagi memberi tanda di jalan menuju ladang gambir yang berjarak sangat jauh dari perkampungan Bukik Lambak. Biasanya di hutan dia akan bertemu dengan beberapa warga yang sedang mencari kayu atau warga yang menuju ke ladang gambir. Karena dia telat berangkat jadi hanya 3 orang yang ditemui menuju hutan.

 Hari ini sangat cerah sehingga kicauan burung dan suara monyet hutan pun saling bersahutan.  Tidak jarang Rande melihat sarang burung kemudian Rande memanjat pohon tersebut memeriksa apakah terdapat telur burung, jika ada maka Rande membawanya ke ladang dan nanti dia rebus lalu di makan.


 sekarang Rande memang sial yang ada hanya sarang burung yang tanpa penghuni. Rande hanya mengelengkan kepala, kemudia menatap ke langit melihat matahahari sudah  sangat cerah dan posisinya sudah di puncak kepala. Rande berlari ke ladangnya, segan kalau abah sudah menyeleaikan semua pekerjaan.


***


Terik matahari mengeluarkan bulir-bulir keringat di kulit lelaki parubaya yang berkulit hitam pekat. Namun lelaki tersebut tidak mempedulikan tanpa penutup kepala dia bolak balik dari dapur kampaan untuk mengambil gambir yang sudah tersimpan diatas ayan dan dijemur tempat penjemuran yang sudah ditata di depan kampaan. Sesekali menatap langit biru yang terang. 


Sibuk meratakan gambir terdengar langkah kaki di atas dedaunan kering. Lelaki tersebut hanya mengelengkan kepala ketika Rande terlambat membantunya. Rande dengan malu melangkah dengan perlahan dan secara tanpa sadar mengusap kepalanya sendiri. Tanpa diperintah abah Rande langsung  masuk ke kampaan dan menggantungkan tasnya di  belakang pintu yang sudah ditancapkan paku. 

Pergi ke dapur dan menngambil gambir diatas ayan untuk di jemur di luar. 


Ketika Rande sibuk bekerja abah istirahat dan masuk kekampaan mengambil air, kemudian berjongkok  diteras kampaan dan  menegukan sebotol air minum. Kalau terlalu kelelahan sesak napas abah kambuh dan Rande tidak sanggup melihatnya. Rande pun meninggalkan gambir dan mendekati abah langsung memijat punggung abah, setidaknya kelelahan abah berkurang. 

Kemudian Rande teringat dengan bekal didalam tas, dan mengambilnya dan memberikan ke abah.
" abah lah makan? "Tanya Rande dengan kwatir, 


dengan napas yang belum stabil abah hanya bisa mengelengkan kepala ," kalau abah tidak makan terus, bekok  sakik maag, "


"Ini Bah, makanlah cako Uni masak ubi rebus kesukaan abah", langsung abah tersenyum dan membuka kulit Ubi rebus tersebut dan memakannya.

 Melihat kondisi abah yang sudah lega Rande kembali bekerja dan menjemur semua gambir. Biasanya stelah tahap penjemuran rande dan Abah akan pergi ke ladang untuk memetik daun gambir yang nantinya akan diolah kembali menjadi getah. 


"Bah, biar awak surang yang ke ladang, Abah disiko sajo untuak menjaga gambir"

, Abah pun sadar dengan kondisinya, kemudian abah ke dapur mengambilkan keranjang punggung rotan untuk Rande. 


"Ko tasnya, hati-hati dengan ular daun. Rande memasangkan tas dipungunggya kemudian berangkat ke ladang yang tidak terlalu jarak dengan kampaan.

Sampai di ladang gambir Rande sangat serius memetik daun  gambir, kemudian tak butuh waktu lama, Rande yang sudah terlatih dengan cepat memenuhi keranjang Rotan. 

Setelah penuh Rande meletakkan keranjang Rotan di tanah dan melanjutkan pekerjaan untuk membersihkan pohon Gambir dari rumput liar serta benalu yang tumbuh disekitar pohon gambir. 


Karena terlalu fokus Rande tidak teringat pesan abahnya, bahwa ular daun sering berjuntai di semak-semak benalu. Tidak sengaja Rande menarik ular tersebut diantara kumparan semak, Kemudian rumput tersebut bergerak, Rande terperanjak ketika ular daun tersebut membuka mulut dan menyerang Rande, "sialan "teriak Rande,  Rande terperanjak dan mengambil kayu disampingnya dan mengacunkan ke ular untuk menjauh darinya.


Setelah ular itu pergi Rande masih trauma dan menghentikan pekerjaannya. Kemudian Rande putuskan untuk kembali ke Kampaan dengan bergegas. Sampai di Kampaan Rande menghela napas, Abah pun keheranan.  

" apo yang terjadi samo Ang" Ang adalah pangillan untuk anak laki-laki,
betul kata Abah, kalau ular daun berkeliaran di ranting-ranting gambir. 

"Bak a abah, lah sehat?," tanya sekaligus meletakkan keranjang gambir di dalam Kampaan.


" Lumayanlah kini "dan melihat keatas langit yang berubah menjadi kelabu. Sepertinya hari mau hujan, tanpa pikir panjang abah mengangkat ayan gambir, satu persatu di masukkan ke Kampaan. 


Kemudian Rande membantu abah menyelesaikannya. Setelah selesai abah dan Rande bersiap-siap untuk pulang dan mengunci  kampaan. 

Tidak lupa memeriksa  tungku dapur kampaan yang tadi siap dipakai abah untuk mengasapkan gambir yang  masih basah. 


Diperjalanan Rande dan abah mengambil kayu bakar untuk persiapan masak. Abah istirahat saja biar awak yang mencari kayu, kemudian abah duduk diatas pohon besar yang sudah ditebang,
Rande menarik ranting-ranting kayu yang kering dan mengumpulkan di samping abah, tidak hanya ranting Rande juga memotong kayu yang tidak jadi dijual oleh si penebang pohon. 

Tidak butuh waktu lama kayu bakarpun sudah terkumpul dan Abah mencari akar kayu untuk dijadikan tali pengikat kayu bakar.
Setelah semuanya selesai Rande dan Abah mengangsur jalan ke pulang di jalan setapak. 

Sekeliling perjalanan hanya hutan belantara. Terdapat mata air di beberapa titik jalan pulang, air tersebut sangat jernih, jadi bisa menjadi air minum pelepas dahaga di pejalanan pulang. Rande pun juga langsung mencuci wajahnya yang bermandikan keringat,.


 "Ondeh mak, sajuak, mau mandi wak rasanya Bah", Abah yang juga ikut minum dan membersihkan wajah melarang Rande untuk mandi  tidak usah, hari mau hujan,
Rande menatap langit kemudian mengagukan kepalanya tidak lupa menampung air dalam botol air minum. 

 Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dan  Abah membantu Rande mengangkat kayu bakar diatas kapala Rande. Semua sudah biasa bagi Rande untuk pulang membawa kayu bakar.  Tidak sampai beberapa jam mereka sampai di rumah dan Rande meletakkan kayu bakar dalam dapurnya.


Malam yang pekat pun datang. Seperti hari biasanya Rande pergi duduk di kedai Uni Upiak yang merupakan satu-satunya warung kopi di sekitaran kampung tersebut. Kedai yang terbuat dari papan tanpa di cat tersebut selalu ramai tiap malam. 

Para lelaki selalu bercengkarama dan  main domino di atas meja. Rande dan kawanan yang lainnya juga nongkrong di kedai tersebut. 

 Sembari bermain Rande mengusulkan untuk besok siang pergi berburu Burung Merak.
"Besok, siapa yang mau ikut berburu dengan awak," Sorak Rande penuh semangat.


"kami ikut sama ang, jam berapo pai besok
?", sambung Roga

"awak besok berangkat jam 10 pagi, biar sampai di hutan sekitaran jam 1 siang, bisa kan" tegas Rande.


"Siap" kata Iyol yang sedang makan goreng pisang,


"Uni Upiak tambah goreng Pisang nyo Uni" 

 Iyol yang sibuk makan goreng pisang, yang baru keluar dari kuali, kemudian dibungkus dengan baju yang dipakainya.


Ketika keasikan bermain, waktupun berlalu begitu cepat. Jam dinding Uni Upiak sudah menunjukan jam 1 malam. ondaikk, ternyata sudah jam 1, awak pulang lai, awak tungu kawan-kawan besok di rumah awak jam 8 pagi, jangan sampai lupa membawa peralatan dan bekal, pesan Rande sebelum pulang
Melihat Rande pulang, Iyol dan kawanannya yang lain juga putuskan pulang dengan menghidupkan kembali obor yang mereka gunakan sebagai penerang untuk pulang ke rumah masing-masing, mengingat jarak rumah satu dengan yang lain sangat berjarak. 


***


Tepat saja dengan janji Rande telah bersiap-siap untuk pergi berburu dengan melihat senapan dan ketapel andalanya untuk pergi berburu. Jika peluru habis ketapel bisa diandalkan ucapnya
Tidak lama kemudian Rande mendengar suara keributan dari luar rumahnya, Rande bergegas keluar rumah dengan membawa alat berburu.

"Lah lengkap awak yol?"  Tanya Rande ketika dia memasang sepatu
Da Rogi, dia jemput ketapel yang tinggal di rumahnya ucap iyol, yang sedang berupaya mengambil jambu biji di halaman rumah Rande
itu jambu asli manis Yol bangga Rande dengan pohon jambunya
Sembari menunggu Rogi pun muncul dan memanggil Rande dan kawan yang lain untuk berburu. 

Diperjalanan ke hutan mereka membicarakan banyak hal dari harga gambir yang sedang mahal, babi hutan dan monyet  yang merusak beberapa ladang orang tuanya. 

"tadi  Den dapat kabar dari Abah Den "ucap Roga, 

langsung dipotong oleh Rande yang penasaran  "kabar apo? "


"itu, ladang jaguang yang baru 2 bulan dimakan moncik" kesal Roga,
Moncik ialah nama tikus di Sumatera Barat.


"rancaknyo, kelabui moncik tuh dengan racun yang dicampur dengan makanan, dulu abah den melakukannyo"

 
Roga dan Rogi setuju dengan ide tersebut dan tidak sabar melaksanakan pesan Rande padanya.


Didalam hutan mereka tidak pernah merasakan kepanasan, karena Hutan Bukit Lambak sangat lebat dan banyak pohon-pohon besar. 

Akar akar pepohonan juga muncul dipermukaan tanah, karena banyaknya pohon yang subur. 

Namun  beberapa pohon yang mati telah roboh dan menempel di pohon sebelahnya. Biasanya beberapa burung sering membuat sarang di batang pohon yang mati. Iyol melangkah mendekati pohon mati tersebut, sedangkan yang lain melihat sekeliling dan  telinga menangkap suara burung. Mereka bertiga juga bersiul-siul untuk mengelabui burung- burung hutan. 


Kadang mendapat balasan siualan, kadang hanya suara binatang uyi-uyia.  uyi-uyia sejenis kumbang yang bewarna hijau yang selalu bersuara nyaring untuk memohon supaya cuaca hari ini panas. 

Berbeda dengan katak yang selalu memohon supaya turun hujan.
Tidak sia-sia pengamatan yang dilakukan Rande, ternyata dari jarak beberapa meter Rande melihat seekor murai jantan sedang bersantai di ranting pohon. 

Sepertinya burung murai tersebut sedang memberikan sinyal kepada murai betina. Rande menyuruh semua temannya tenang dan tidak bersuara. 


Rande langsung memfokuskan bidikan terhadap burung tersebut, dengan berhai-hati dan kawan yang lain melihat Rande menembak. Ketika bidikan senapan dilakukan ,burung murai tersebut sangat peka dengan lingkungan. Burung murai terbang dan Rande serta kawan yang lainnya kecewa.

 Namun kekecewaan dihilangkan dengan canda dan tawa dari sikomba melihat Iyol yang sudah tertipu dengan sarang burung yang dilihat . ternyata sarang yang didekati tersebut ialah sarang tupai.
"ang Yol, buat Den malu, membedakan sarang buruang samo tupai se ndak pandai ang" mereka tertawa terbahak-bahak.


Padahal Rande sudah ahli dalam menggunakan senapan. Karena dia sudah terlatih dari SD dan sering ikut berburu dengan saudaranya yang juga hobi berburu.


"kalau dapek Murai tuh tadi, den jual ke Uda Ucay mah", kecewa Rande

"masih banyak burung Murai di Hutan, jadi ang tak usaha kecewa berat " pangkas Roga yang sedang mengikat rambut keritingnya dengan mengambil akar pohon yang berserabut di tanah.


Tidak lupa Rogi dan Iyol memasang jerat untuk rusa.

"mana tahu rejeki kito Yol "bisik Rogi dan Iyol senyum-senyum


Sedangkan Rande dan roga masih bersiul siul dan mengemati sekeliling yang penuh dengan semak belukar. 


Beberapa waktu kemudian Iyol teringat janji dengan orangtuanya untuk kembali ke rumah jam 4 sore Da, pulang aja kita lagi Da kata Iyol yang selalu menatap matahari yang mulai berangsur menuju ke barat.


 "Ang capek se pulang" caci Rande

"Amak den, disuruahnyo den ka Baruah mamboli Bareh"  ucap Iyol dengan lesu


"Copeklah, Awak baliak, kayaknyo belum rasaki baburu "ucap Roga 

yang baru siap menembak tupai yang berkeliaran diatas pohon.

Mereka bergegas kembali ke kampung dan tidak lupa Rogi melihat  jerat yang dipasang, apakah mendapat umpan balik. Ternyata hasilnya sama, tidak mendapatkan hasil apapun. Hari ini sangat mengecewakan bagi Rande dan Kawannya. 


****
Rande yang masih terlelap diatas karpet dan tubuh yang masih dibaluti dengan selimut. Didatangi oleh abah yang menggunakan kain sarung yang bergantung dileher. bangun, bangun Rande, Tokeh mau datang dengan menggoyangkan badan Rande begitu kencang. Sehingga Rande terpaksa harus bangun begitu pagi. 

Biasanya Rande selalu bangun kesiangan. Setelah mencuci muka Rande membantu abahnya memasukkan gambir yang sudah kering dalam beberapa karung besar. 

"lumayan ya Bah, sampai 10 karung"

 Rande tersenyum menatap abahnya yang sudah berkeriput tersebut
Langsung abah tersenyum puas. Sebentar lagi Si Uwin datang menjemput dengan mobilnya. 

Tidak lama kemudian terdengar klakson dari mobil Si Uwin. Abah dan Rande keluar rumah dan memanggil Uwin yang selalu menggunakan topi andalan koboinya setiap menjemput gambir.

Tidak lama bercengkrama Si Uwin memanggil karyawannya untuk mengangkat gambir diatas timbangan. Setelah ditimbang langsung diletakkan diatas mobil yang berbak tersebut. kemudian Si Uwin memberikan lembaran uang kepada abah. 

Langsung abah memasukkan dalam saku bajunya. Si Uwinpun pamit ke Rande dan Abah untuk pergi. terima kasih Win abah pun menyalami tangan Si win begitupun Rande. Si Win sudah menjadi tengkulak langganan abah. 


"Hati-hati Da Win" sahut Rande yang selalu menatap mobil yang menuju jalan raya, yang belum diaspal. Mobil pun hilang dari penglihatan. 


 "Rande, siap Ang makan wak langsuang keladang, soalnya abah mau mengolah ladang baru "
perintah abah


Wajah Rande langsung mengerut mendengar perintah abah "ladang yang mana pak? "Tanya Rande yang jongkok didepan pintu


"Ladang baru yang ditipkan Buyuang tadi malam,"

 abah langsung ke dapur mencari kopi untuk diminum


Kemudian Rande pergi kebelakang menyusul abah, namun untuk mengambil nasi dalam periuk dan goreng ikan yang sudah disiapkan dalam keranjang. Langsung Rande makan dengan lahap. Hanyo awak baduo yang poi Bah?" penasaran Rande


Abah pun meminum kopi pahit dengan nikmat dan menyambung perkaan Rande iya, terus dengan siapa lagi, kalau mau cari kawan, carilah pungkas abah

Dengan cepat Rande makan dan teringat dengan Roga dan Rogi yang tidak ada pekerjaan, kalau begitu, nanti tunggu saya dulu Bah, saya mau menjemput kawan siap makan ini senyum Rande dengan nasi yang penuh dimulutnya
Benar saja beberapa waktu kemudian Abah yang sudah siap pergi ke ladang dengan tidak menukar baju. 

Cuma mengganti celana pendek. Rande, cepatlah matahari sudah dipuncak kepala teriak abah yang di belakang rumah
Rande dan Roga, Rogi sudah siap dengan segala persiapan dan menggunakan sepatu kerja beserta kain untuk penutup kepala yang sudah dipasang dikepalanya masing-masing.


Mereka pun melakukan perjalanan membelah hutan Bukik Lambak jauh dari pemukiman. Setelah dua jam perjalanan hah," Ini ladangnya si Buyuang"


"luas ladangnyo Lai" terapana Roga yang menatap hutan yang penuh semak belukar.


Abah mengisap rokoknya sambil berpikir tentang ladang yang penuh dengan semak belukar. 

"kalian hati-hati dengan duri semak"


Rande pun menganggukan kepala, sedangkan Roga Rogi mencoba keliling dan mulai memotong semak dengan pisau besar andalannya,

"Rande, jangan kelamaan duduak" sorak Roga dalam semak


Rande dan abah melangkah kedalam semak dan mulai memotong pohon, ranting, semak yang menjalar dan mengangkat pohon-pohon yang mati ke beberapa titik. Terdapat belasan titik untuk mengumpulkan semua semak. 


Terik matahari yang menembus ke kulit kepala dan punggung, menghentikan beberapa saat untuk berisitirahat di bawah pohon rindang. Kemudian Rande dan abah meminum air dan memakan gorengan dan rebusan ubi jalar untuk dimakan. 


Makan begitu nikmat setelah bekerja keras beberapa jam di dalam hutan. Semua makanan dan minuman yang dibawa ludes dimakan. 

"Rande, bawo kamari air minum disampiang tuh, den lah tercekiak "ucap Roga yang terbata-bata saat meminta minuman. 

Rande melemparkan botol minum Dan menahan tertawa melihat ekspresi Roga.


Abah sudah siap makan dan mencuci tanganya dengan sisa air seadanya  Rogi,

" bekok jemput air minum dipancuran 1 km dari siko"

." air pancuran bah?, emang ado" binggung Roga


 "kalau tidak ada, mengapa saya menyuruh Ang " dengan menatap Rogi yang  sedang melahap makanan

"baik bah"

," Gi, kawanan den ke Pincuran" ucap Roga ke Rogi yang sedang minum air


Rogipun mengangguk, tidak lama setelah makan, mereka duduk dan Rande pergi melangkah beberapa jarak dari tempat istirahat untuk pergi buang air kecil. 

Tanpa izin Rande langsung pergi, Roga dan Rogi menatap Rande melangkah ke semak. Sedangkan abah mengulang mengisap rokoknya dan menata sekeliling ladang yang masih belum siap. 

Begitupun dengan Roga dan Rogi yang sedang mengisap rokoknya dengan memainkan asap rokok.
Kemudian teringat oleh Roga untuk menjemput air  Gi, 

"ayok kito  ka Pincuran, mano tahu bisa mandi "bisik Roga ke Rogi


Rogipun menatap abah Rande yang sedang merokok dan melirik Roga dengan menyetujui tawaran Roga. Mereka berdua langsung pamit dan tetap menghisap rokok  Abah, kami jemput air dulu ucapnya ke Abah, sedangakn Rogi pergi mengambil tempat untuk penyimpanan air. 


"iya, dan cepat baliak " pesan Abah kepada sikomba. 


Setelah mereka melakukan perjalanan Randepun kembali. Terlihat ladang yang sunyi Randepun bertanya  Bah," sikomba tadi mana bak?" Tanya Rande yang masih mengelus perutnya yang masih mules


"mereka poi menjemput air ke Pincuran"  Abah pun menunjukan arah Pincuran


Rande menatap arah yang ditunjuk Abah "jauh Pincurannya bah?, soalnya saya tidak mendengar air mengalir "Rande pun mengambil rokok abahnya dan ikutan merokok disamping abahnya


"kok, denai tidak mendengar suara air terjunya bah ? "heran Rande


"Air pancurannya tidak terlalu besar, namun sekitaran jarak 1 km, kito bisa mendegar  "


Rande mengaangguk dan dia tidak merasa puas sebelum melihat langsung air pincuran tersebut

"Nah, kita angsur lagi, biar cepat selesai"


Abah melangkah ke ladang dengan mengambil pisau kemudian menebang dan mengumpulkan kembali di titik untuk dijadikan unggun. Setelah sekitaran satu jam bekerja Abah mulai gelisah, karena Roga dan Rogi belum juga kembali dari Pincuran. 

"Ang tunggu di Ladang Nde, Den tengok Sikomba ka Pincuran" abah langsung meletakkan pisau di bawah pohon dan pergi menyusul Sikamba


perasaan Awak juga tidak enak Bah, balas Rande
Ketika Rande melanjutkan pekerjaan, yang tinggal beberapa semak lagi yang harus dihabiskan. 


*****
Abah dengan cepat melangkah menuju Pincuran dan melihat kiri kanan hutan. Abah pun mulai binggung dengan jalan yang harus ditempuh. Karena semak-semak liar telah merambat dengan subur. 

semoga sikomba tidak sesat dijalan risau Abah yang melanjutkan perjalanan dengan berpatokan dengan suara air Pincuran. 

Akhirnya Abah mendengar suara orang berbicara, melihat sekeliling tidak ada ladang, Abah penasaran dan  kemudian Abah mencari sumber  suara tersebut.
dari tadi Den menunggu kalian di Ladang emosi Abah melihat Sikomba yang berputar-putar di tengah semak dan Pohon-pohon besar. 


Sikomba tidak menghiraukan Abah, langsung Abah mendekati  ke Sikomba, Ayok kita pulang  Ucap Abah dengan memegang tangan Sikomba. Melihat Sikomba yang bersikap aneh langsung Abah sadar kalau Sikomba sudah dikelabuhi makhluk halus. sepertinya mereka berdua sudah dikelabuhui gusar Abah dalam hati.


Untunglah Abah bisa mengobati ketidaksadaran yang dialami oleh Sikomba. Abah langsung membacakan ayat-ayat dan dialirkan dari puncak kepala sampai ujung kaki tiga kali. Langsung Roga melemah dan sadar dari pengguasaan mahkluk halus. 


Abah ucap Roga yang setengah sadar setelah mengeluarkan air liur dari mulutnya yang sangat banyak.
 Abah membaringkan badan Roga diatas semak. Roga pun menatap sekeliling dan melihat Rogi yang sedang berjalan tanpa arah. 

"Apo yang terjadi Bah" ucap Roga dengan nada yang lemah. 

Roga yang berangsur duduk mencoba fokus dengan sekeliling
Abah tidak mengatakan kata sepatah apapun. Abah mendekati Rogi yang sibuk berjalan, Untunglah Rogi tidak memberontak dengan mudah Abah membacakan ayat seperti yang dilakukan pada Roga. 

Rogi pun dibaringkan sampaiakhirnya dia sadar secara perlahan.
Abah melihat kelelahan dan kebinggungan dari wajah Sikomba. "apa yang terjadi sama kami Bah? "

Tanya Roga kebinggungan
tidak ada, mungkin kalian terlalu lelah jawab Abah dengan singkat
kalau sudah pulih, mari kita ke ladang lagi bujuk Abah
Sikomba pun berdiri danmasih bertanya pada dirinya masing-masing atas apa yang terjadi pada dirinya, Sikoma mengingat pekerjaan yang ditekuni siang ini. 


bisa kalian Ikat Rambut Karibo kalian tuh risih abah melihat kepala Sikamba yang mengerabang, dan meutupi bagian kening Sikomba
Sikomba pun mengikuti perintah Abah, karena juga risih dengan rambutnya sendiri. 


Akhirnya mereka sampai diladang dan Rande langsung mennghampiri Sikomba
kemana aja kalian berdua Tanya Rande dengan sinis
jemput air minum dan melemparkan botol ke Rande
jemput air seharian  Rande pun menyindir


Abah langsung memotong perdebatan, "sudah-sudah, sebentar lagi kita pulang, tapi sebelum kita pulang kita bakar tumpukan tersebut semuanya, biar 2 hari lagi bisa dicangkul "

Abah pun dengan tidak lelah langsung menghidupkan api unggun. Rande dan sikomba ikut membantu menghidupkan api unggun. 


Akhirnya kobaran api membara di setiap tumpukan. Api dengan cepat melahap semak belukar dan mejalar ke sekitar ladang. Tetapi dengan pengawasan yang baik, api tidak merambas kesekelilingnya. Setelah beberapa waktu Abah teringat dengan uang yang dia sembunyikan dibawah semak-semak. 

Setelah berusaha mencari, ekspresi gelisah telah tergambarkan dari wajah Abah yang biasanya terlihat garang. Rande pun mulai curiga dengan sikap Abah yang bolak balik .
" Bak a Bah? Tanya Rande dengan mendekati Abah


"Piti habis manjua Gambia tadi den bawo kamari, tuh den sembuyian di bawah semak ko, tapi ndak ado Nampak kini koh lai "

 langsung Rande kaget dan berusaha membantu Abah mencari uang tersebut

Roga dan rogipun ikut membantu untuk menemukan hasil jerih payah Abah dan Rande beberapa bulan terakhir hilang atau terbakar.


Setelah susah mencari Abah menemukan sisa baju yang sudah dilahap api , Padahal di Saku baju tersebut Abah menyimpan uangnya, Abah sedih dan tidak mengucapkan kata apapun, tapi Rande melihat linangan air mata, seorang orangtua yang tidak habis dipikir kejadian itu bisa terjadi.

 Padahal Abah dengan sadar menyimpan uang tersebut dari jarak yang jauh dari tumpukan semak api unggun. Selama ini kejadian ini belum pernah terjadi Abah cukup kecewa dan terpukul dengan nasib hari ini. jangankan lelah untuk bekerja membersihkan ladang terganti, namun seperti seseorang yang jatuh dan tertimpa tangga kedua kalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun