Terluka karena kata-kata ejekan yang memicu perkelahian tadi.
Terluka karena orangtuaku tidak menganggap serius hal yang menimpaku barusan, bertanya pun tidak. Apalagi bicara dari hati ke hati.
Sejak hari itu, diam-diam aku membenci namaku.
Kenapa sih tega-teganya orang tuaku memberiku nama Ayu? Apa mereka tidak sadar bahwa itu beban yang berat, apalagi karena penampilanku jauh dari kata ayu.
Aku berkulit coklat kehitaman, berhidung pesek dan berambut super ikal. Kombinasi mematikan di tengah masyarakat primordial yang masih mengasosiasikan kecantikan dengan kulit putih, hidung mancung dan rambut lurus.
Setiap kali aku protes dan meminta ganti nama, mama dengan sangat percaya diri meyakinkan aku bahwa aku memang ayu.
"Suatu hari nanti kamu akan paham betapa cantiknya kamu, seperti namamu. AYU !"
Setiap pagi aku bangun dan bercermin, berharap terjadi mujizat dan  kata-kata mama menjadi kenyataan. Cling...Kulitku berubah jadi putih dan glowing, hidungku jadi mancung, dan rambutku lurus berkilau.
Well, tentu saja itu tidak pernah terjadi. Aku tetap coklat, pesek dan keriting.
Papa berusaha lebih bijak menanggapi protesku.
"Kecantikan itu relatif, Yu. Kecantikan sejati terpancar dari hati dan pikiran !"