Papa mengangguk-angguk.
"Terus kalau sudah selesai di ampelas, ampelasnya dikemanakan ?" Tanya papa lagi.
"Hmmm....dibuang? " jawabku ragu. Tidak yakin apakah ampelas bisa dipakai ulang atau tidak.
"Exactly!" Â Papa menepuk pundakku sembari tersenyum.
Aku sedikit kecewa, jauh-jauh kesini hanya untuk belajar tentang ampelas. Padahal aku masih agak demam dan pengin sekali tiduran di rumah. Aku merindukan pelukan mama dan caranya merawatku saat aku sakit.
Papa memang beda dan selalu tidak sesuai SOP umum. Penuh deviasi.
Kami pulang, karena aku mengeluh pusing. Ditengah jalan, papa mengajakku mampir di restaurant fast food favorit. Untuk mood booster, kata papa. Padahal mama sudah wanti-wanti supaya aku jangan dibelikan fast food kalau lagi sakit, nanti tambah sakit.
Sekali lagi, papa punya teorinya sendiri. Hati yang gembira adalah obat. Fast food adalah mood booster terbaik untuk hati yang gembira.
Kami pun memesan dengan rakus paket untuk lima orang. Kalau gak habis, ntar bisa dibungkus buat mama, begitu kata papa. Itu alasan saja, karena papa dan aku memang penggemar fast food kelas berat. Kami pasti bisa menghabiskannya berdua.
"Yu, kamu ingat ampelas tadi ? " tiba-tiba papa bertanya pas aku sedang sibuk menggerogoti paha ayam ketigaku.
Astaga, merusak mood saja. Masak lagi enak-enaknya menikmati ayam goreng, malah diajak ngobrolin ampelas. Aku mengangguk enggan.