Aku menatap langit-langit, bertanya-tanya, apakah selama ini aku berguna?
Tapi sebelum aku tenggelam dalam kesedihan, Bima kembali—tanpa kipas angin baru.
Ia duduk di atas kasur, menatapku lama. Lalu, ia berkata, "Kayaknya bukan cuma kamu yang rusak. Aku juga."
Aku ingin tersenyum, tapi aku hanya mesin tua yang mati.
5
Seminggu berlalu.Â
Bima tak segera menggantikanku.Â
Ia membiarkan kamar panas tanpa kipas, seolah ingin merasakan apa yang terjadi jika aku tak ada.
Lalu suatu hari, ia duduk di tepi jendela.Â
Angin alami masuk, membelai wajahnya. Ia tersenyum tipis.
"Hidup ini nggak harus selalu nyala, ya?" gumamnya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!