Bima memencet tombol kecepatan tiga. Balinku makin kencang, menghalau udara pengap dalam kamar sempit ini.Â
Helaian kertas di mejanya berterbangan, sementara aku tetap teguh, tidak protes, tidak meminta jeda.
Aku tak pernah istirahat.Â
Saat Bima sibuk mengerjakan tugas kuliahnya hingga dini hari, aku harus tetap berputar.Â
Saat ia tertidur dan lupa mematikanku, aku tetap berdesir pelan, menjaga keheningan.Â
Saat ia marah dan membanting pintu, aku masih setia berada di sudut, tak bergeming.
2
"Aku capek," bisik Bima suatu malam, matanya menerawang ke langit-langit. "Capek harus selalu ada buat orang lain."
Aku mengerti.
Ia, sama sepertiku.
Bima selalu menjadi tempat curhat teman-temannya.Â