Di luar, suara ayam kampung mulai masuk ke halaman sekolah. Matahari sudah tinggi.
Wajah guru mereka muncul di pintu.
Kelas dimulai.
Uqail menulis. Pensilnya pendek, tapi pikirannya panjang.
Ia tuliskan jawaban, garis demi garis, huruf demi huruf, dengan kesungguhan seperti seorang pelaut menulis surat kepada laut.
Di sela pelajaran, ia sempat menatap ke luar jendela.
Hutan yang tadi gelap, sekarang tampak damai. Sungai yang dingin, kini memantulkan cahaya. Kabut yang tadi menakutkan, berubah jadi bayangan putih yang menggantung manis di kejauhan.
Ia tidak berkata apa-apa. Tapi dalam dadanya, ada rasa yang tak bisa didefinisikan oleh kamus mana pun.
Hari itu, tak ada upacara. Tak ada perlombaan. Tak ada pengumuman besar.
Tapi bagi Uqail, itu adalah hari istimewa.
Hari ketika langkah kecilnya, yang sering dianggap sepele, mengantar ia ke tempat paling penting, sebuah ruang yang memberinya cahaya.