Hanya bantal yang masih hangat dan sisir yang dibiarkan tergeletak di lantai.
"Ia merariq," gumam Nyoman pelan.
Ibunya diam.
Tak menjawab. Tak menjerit.
Hanya diam.
Diam yang lebih keras dari amarah mana pun.
Hari-hari setelah itu, seperti air yang tidak punya tujuan.
Ibunya tetap menyapu. Tapi tak lagi bersenandung.
Ayahnya tetap mendengkur. Tapi di siang hari.
Dan Nyoman mulai bicara lebih sedikit dari biasanya.
Dan sejak hari itu, nama Ayu mulai pelan-pelan disimpan di lemari paling dalam.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!