"Saat cinta harus memilih jalan pulang yang tak lagi ditunggu, Ayu sadar, tak semua maaf bisa datang sebelum kehilangan."
Pagi masih basah oleh embun yang belum menyerah.
Daun-daun tembakau berkilau seperti sedang menyimpan rahasia.
Dan tanah, seperti biasa, diam saja. Tapi Ayu tahu: diam juga bisa bicara. Kadang lebih keras dari mulut siapa pun.
Ia datang lebih dulu hari itu.
Sendirian. Duduk di ujung gundukan, tepat di bawah pohon jambu kerdil yang jarang berbuah.
Rambutnya diikat seadanya. Kebaya lusuh. Wajahnya tidak minta dipuji. Tidak pula minta dikasihani.
Ia hanya ingin pagi membiarkannya diam sebentar.
Lalu Rizal datang. Tidak membawa apa-apa kecuali langkah yang sudah ia hapal.
Langkah yang pelan, tapi pasti.