Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dyah Ayu Sekar Arum

13 November 2018   18:55 Diperbarui: 13 November 2018   19:22 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kepoan.com

:"Pak Probo waktu itu juga meninggal dengan keadaan tenang, selalu meminta maaf pada kita dan beliau minta dikuburkan dekat dengan rumah,.. .  Bagus Permadi  juga dipindahkan menjadi satu dengan ayahnya. Itu kuburannya tampak dari sini, ada bangunan yang bagus itu, ... pak Diran yang selalu merawat dan membersihkan pemakaman itu." Ada getar pedih disudut suara beliau.

Tiba-tiba kita semua kaget, jam Yung Hun yang berdiri dipojok  itu berbunyi, dentangnya mengagetkan, detaknya juga rasanya jadi menyeramkan, Kennis duduk lebih merapat padaku, aku menarik nafas.

"Arum sekarang sudah lain, dia tidak suka lagi bergaul dengan manusia, dia rasanya lebih nyaman hidup didunia baru bersama suami dan anaknya,... " suara beliau tersekat, tertahan.

Keadaan kian redup, susasna terasa makin  sunyi sepi dan hening, hanya detak jam besar dipojokan itu yang terdengar makin menyeramkan..

 Tiba-tiba lampu menyala, rupanya mbok Solikah menyalahkan lampu tambahan dari dalam, hanya  dua lampu dipojok dengan pendar yang masih redup juga.

Aku sebetulnya ingin bertanya, dimana sekarang Arum berada, tapi tenggorokan ini rasanya terkunci..


:"Mungkin Arum tidak mau menemui kalian, anaknya agak sakit,... " bu Probo berbicara seolah kepada dirinya sendiri, kupandangi beliau, kukerutkan alisku.

Pandangannya beralih kepintu kamar yang tertutup rapat disamping ruang tengah kita duduk, aku juga segera menoleh kearah pintu itu.

Pintu itu perlahan terbuka, dan aku melihat Arum sedang menggendong bayi, dibelakangnya ada suatu mahluk tinggi besar yang menyeramkan berbulu tebal

Deengan mata merah, mulut menyeringai, jari-jarinya berkukuk tajam dan runcing  serta ada dua tanduk pendek dikepalanya.

Kennis memelukku, terpekik - kaget bukan kepalang, dia bangkit berusaha lari  dan tersandung kakinya sendiri, hampir jatuh, sempoyongan, kemudian dia tergopoh lari keluar terbirit-birit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun