Mohon tunggu...
Seri Bulan Siregar
Seri Bulan Siregar Mohon Tunggu... Hanya warga sipil biasa

Mengabadikan setiap moment dalam bentuk tulisan. (⚠️ Blog ini bersisi tulisan random berupa Artikel, Cerpen dan puisi) Terima kasih yang berkenan mampir dan membaca 🙏

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wasiat Ibu untuk Ayah | Sebuah Cerpen

21 Juni 2025   22:49 Diperbarui: 21 Juni 2025   22:49 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak."

(Q.S Al-isra ayat 23)

Aku sedang sibuk menata bunga-bunga di potnya dan sekarang hendak mengambil air untuk menyiram bunga, namun aku menghentikan aktivitas itu karena melihat seseorang yang sangat kukenal datang dengan wajahnya terlihat sembab habis menangis dan jalannya juga sempoyongan. Aku menghampirinya karena takut ada sesuatu yang terjadi lagi.

"Niar, ada apa? Kenapa kamu seberantakan ini?" Tanyaku memeluknya berusaha menenangkan, apalagi sekarang dia semakin menangis kencang. 

Dia belum menjawab, aku masih berusaha menenangkan dengan mengusap punggung belakangnya, setelah sedikit tenang Niar mulai bercerita walaupun masih kurang jelas karena dia bercerita sambil menangis.

"Kenapa, Niar?"

"Ra, ayah ingin menikah lagi." kalimat singkat mampu membuatku bungkam. Sebenarnya tidak masalah jika ayahnya ingin menikah lagi, tapi kondisinya di sini kurang mendukung, baiklah akan kuceritakan tentang keluarganya Niar-sahabatku.

Jadi, aku dan Niar itu satu desa sudah bersahabat sejak kecil hingga sekarang umur kami 17 tahun. Kami begitu dekat karena saking dekatnya kami sudah biasa makan, tidur atau bebas di rumahku atau di rumahnya. Bahkan Aku selalu memanggil ayahnya dengan ayah juga begitupun dengan ibunya yang biasa kupanggil ibu juga, karena memang kedua orang tuaku sudah berpulang saat aku masih SD, dan sekarang aku tinggal bersama nenek dan juga Ali adikku. Makanya aku sangat senang karena ada sosok yang kupanggil ayah dan ibu apalagi mereka juga menganggap aku anak mereka, sehingga kedekatanku dengan Niar layaknya anak kembar yang begitu akrab.

Bu Ida atau mamanya Niar meninggal seminggu yang lalu karena sakit, halnya dengan Niar, aku juga seolah kehilangan ibu, kami berusaha saling menguatkan dan saling mendukung. Selama seminggu ini, aku masih sering ke rumah mereka untuk memantau Niar agar tidak sering murung dan melamun. Apalagi kalau masih seminggu sejak kepergian keluarga sendiri pastinya masih ada rasa susah melupakan terutama ibu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun