"Aneh ya," gumamku pelan sambil menatap secangkir teh yang belum sempat kuseduh. "Kenapa pagi ini rasanya beda?"
Aku duduk sendiri di teras, seperti biasa.
Langit bersih. Pohon lemon di depan rumah masih basah oleh embun.
Seekor burung pipit hinggap sebentar di dahan paling bawah, menggoyangkan daun, lalu terbang lagi.
"Masih jam enam," kataku, menoleh ke jam dinding yang tergantung di ruang dalam.
Biasanya jam segini aku sudah mulai sibuk, entah memikirkan pekerjaan, atau membuat daftar hal-hal yang harus kuselesaikan hari ini.
Tapi pagi itu... hening.
Bukan jenis hening yang menenangkan. Tapi hening yang membuat dada terasa kosong.
Seperti masuk ke ruangan yang dulu hangat dan penuh, tapi sekarang sudah ditinggalkan lama.
Tak ada kabar buruk, tak ada masalah. Tapi juga tak ada semangat.
Hanya satu pertanyaan kecil yang tiba-tiba muncul dari dalam kepala.
"Apa semua ini ada artinya?"
Aku mengernyit. "Apa sih maksudmu?" tanyaku pada diriku sendiri.
Tapi tak ada jawaban. Hanya rasa tak nyaman yang menetap, seperti kerikil kecil di dalam sepatu.
Kecil, tapi cukup untuk mengganggu setiap langkah.
Kucoba mengalihkan pikiran.
Kubuka ponsel, men-scroll timeline, membaca berita yang rasanya sama saja setiap hari.
Kudengar bunyi notifikasi, tapi tak satu pun yang membuatku benar-benar tertarik.
"Semua ini... kosong ya?" bisikku pelan.
Tanganku refleks mematikan layar ponsel dan menaruhnya kembali.
Aku terdiam cukup lama. Lalu tertawa kecil, getir.