Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

19 Maret 2019   05:31 Diperbarui: 19 Maret 2019   05:52 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di samping sang raja Lawa Agung, berderet berdiri dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak.  Panglima Amranutta, Nini Cucara, Raja Iblis Nusakambangan, Lima Kobra Benggala, Para Hulubalang, Putri Anjani, Datuk Rajo Bumi dan Mahesa Agni.  Semuanya memahami kegeraman sang raja.  Benteng ini sepertinya mudah direbut.  Tapi ternyata sulit. 

Panglima Amranutta berbisik di telinga Panglima Kelelawar.  Mengundang anggukan dari sang raja.  Panglima Kelelawar memandangi semua tokoh di sampingnya, lalu berhenti di Putri Anjani.

"Kita serang habis-habisan!  Putri Anjani, kalau kau memang berniat untuk membuatku dan kerajaanku masuk dalam persekutuanmu, bantulah aku membongkar gerbang sialan itu!"

Putri Anjani mengomel dalam hati.  Seandainya Gendewa Bernyawa masih ada padanya, tentu semua tidak akan serumit ini.  Dia bisa menghajar para prajurit Galuh Pakuan di atas sana dengan mudah.  Sekarang, Panglima Kelelawar menantangnya, mengujinya.  Dia harus mencari cara untuk mendapatkan kepercayaan sang raja.

Gadis ini menoleh kepada gurunya.  Datuk Rajo Bumi paham apa arti tatapan muridnya.  Tanpa banyak berkata, datuk ini mengangkat kedua tangannya ke atas lalu diayunkannya ke depan dengan cepat.

Mendadak tanah tanah berumput di depan benteng seperti diguncang gempa dahsyat.  Tanah tanah itu terbelah lalu merekah.  Mengerikan! Ratusan makhluk aneh bermunculan di sana.  Pasukan gaib!  Datuk Rajo Bumi membangkitkan pasukan gaib.

Ratusan pasukan gaib itu berduyun-duyun menuju ke gerbang.  Tujuannya jelas. Menghancurkan pintu gerbang.  Pasukan penjaga berpanah di atas benteng mengetahui hal ini.  Ratusan anak panah kemudian berhamburan menyerang pasukan gaib.  Tentu saja tidak berpengaruh apa apa. Meskipuan puluhan anak panah menancap di tubuh tubuh pasukan gaib itu, mereka tetap maju.  Satu satunya kelemahan pasukan gaib adalah dengan menebas lehernya.  Itu artinya harus berhadapan dan bertarung langsung.

Pasukan gaib sudah sampai di gerbang.  Kemudian mulai menggedor-gedor gerbang raksasa yang sangat kokoh itu kuat kuat.  Pintu gerbang itu berguncang-guncang.  Tenaga fana para pasukan gaib itu memang luar biasa.  Panglima Baladewa yang melihat dari atas benteng, cemas bukan main.

Ini berbahaya!  Pintu benteng itu bisa jebol lama lama.  Panglima ini menoleh ke arah Dewi Mulia Ratri. 

Gadis ini mengangguk.  Gadis ini mengangkat tangannya tinggi-tinggi menghadap langit.  Diayunkannya ke bawah secepat kilat.  Terdengar gemuruh dari arah hutan.  Begitu suara gemuruh itu menghilang, muncullah ratusan pasukan gaib lain dari dalam hutan dan langsung menyerbu pasukan gaib Datuk Rajo Bumi yang sedang berusaha terus merobohkan pintu gerbang benteng.

Berkecamuklah pertempuran aneh dan mengerikan di depan pintu gerbang benteng.  Dua pasukan gaib itu saling hantam dengan dahsyat.  Datuk Rajo Bumi terperanjat bukan main.  Ini lawan yang setanding! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun