Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

19 Maret 2019   05:31 Diperbarui: 19 Maret 2019   05:52 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arya Dahana tidak menjawab.  Dia kebingungan harus menjawab apa.  Memang salahnya.  Dia terbawa dorongan hati yang luar biasa besar tadi. Bersentuhan sangat lama dengan bagian pribadi pujaan hati.  Ditunjang juga dengan kehangatan perhatian yang diberikan Dewi Mulia Ratri, membuatnya nekad.  Pemuda ini hanya mengucap syukur bahwa tindakannya tadi belum terlalu jauh.  Tapi setidaknya dia tahu bahwa bibir gadis itu hangat dan manis sekali.  Waduh! Kenapa dia berpikir itu lagi?

Keadaan menjadi kikuk sekarang.  Arya Dahana kelimpungan.  Dewi Mulia Ratri kebingungan.  Keduanya berdiri mematung berhadapan.  Saat kedua mata tanpa sengaja bersirobok, keduanya langsung sama sama membuang.  Arya Dahana tidak tahan untuk tidak membuka percakapan.

"Ratri, aku..aku tidak bermaksud untuk membuatmu terluka.  Aku minta maaf.  Aku tidak bisa menahan diri.  Aku....sebenarnya aku...."

Belum selesai ucapan pemuda itu, terdengar ketukan keras di pintu kamar.  Buru buru Arya Dahana berjalan untuk membuka pintu.  Pemuda ini lega akhirnya ada sesuatu untuk memecah suasana yang sangat gawat baginya ini.

Sebelum sampai ke pintu, Dewi Mulia Ratri menggerakkan tubuhnya. Tangannya memegang tangan Arya Dahana dengan mesra.  Menarik kepalanya dan berbisik lirih di telinga pemuda itu.

"Kau harus berjanji menyelesaikan ucapanmu yang belum selesai tadi ya?"

Arya Dahana mengangguk pelan sembari tersenyum tak kalah mesra.  Memberanikan diri memberikan kecupan kecil di pipi gadis yang tadi marah marah ini.  Lalu membuka pintu.

Di hadapan mereka berdiri Bimala Calya dan Ardi Brata.  Di belakangnya terlihat Panglima Baladewa bersedekap dengan raut muka cemas.

Bimala Calya membuka percakapan dengan suara sedikit bergetar.

"Dewi, Arya, ada laporan dari para penjaga bahwa benteng ini sedang dalam pengepungan berat.  Mereka akan berusaha menyerang benteng ini saat fajar tiba kami rasa." 

Panglima Baladewa menimpali dengan cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun