Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

19 Maret 2019   05:31 Diperbarui: 19 Maret 2019   05:52 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arya Dahana menggelengkan kepala dan menyahut pelan.

"Terimakasih paman panglima.  Tapi tidak.  Aku akan menyimpannya sendiri.  Kelak aku harus mengembalikannya kepada Putri Anjani."

Wajah Dewi Mulia Ratri terlihat memerah mendengar ucapan Arya Dahana.  Namun dia berhasil menyimpan semua perkataan yang hampir saja tersembur dari mulutnya.  Biarlah.  Toh yang paling penting pusaka itu tidak akan mengganggu jalannya pertempuran esok hari.  Meskipun hatinya panas bukan main.  Dia harus menahannya.  Hmmm...pemuda ini hutang tamparan kepadanya.

Arya Dahana juga melihat perubahan wajah Dewi Mulia Ratri.  Namun dia harus tegas.  Pusaka  ini akan dijaganya dengan taruhan nyawa.  Terlalu berbahaya jika disimpan lalu jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab.  Dia sudah berniat dalam hati.  Gendewa ini akan diserahkannya kembali nanti.

Pertemuan selesai.  Semua siasat telah dipahami oleh semua panglima dan hulubalang.  Saatnya untuk memberikan pemahaman kepada para prajurit yang sudah bersiaga di posnya masing masing.   

---

Fajar menyingsing dengan cepat. Kegelapan tertelan tanpa permisi. Suara kokok ayam yang pertama seperti sebuah pertanda dimulainya peperangan. Suara terompet bergemuruh kencang.  Lalu disambung dengan teriakan-teriakan siaga dari para pemimpin pasukan.  Desing anak panah berhamburan dari kedua belah pihak.  Pasukan Galuh Pakuan tetap mendapatkan keuntungan karena posisi mereka di atas.  Namun rupanya pasukan Lawa Agung juga bersiaga dengan baik.  Ribuan perisai sudah disiapkan untuk memayungi mereka dari hujan anak panah. 

Beberapa puluh orang pasukan Lawa Agung dengan dilindungi perisai-perisai besar dan kuat, membawa gelondongan kayu besar berusaha mendobrak gerbang.  Mereka berusaha keras membobol pertahanan benteng.  Tapi pasukan Galuh Pakuan juga telah dipersiapkan dengan baik.

Mereka tidak menghujani pasukan itu dengan anak panah.  Tapi mengguyurnya dari atas dengan minyak.  Lalu melemparinya dengan obor yang menyala.  Kontan saja ini membuat kalang kabut para penyerbu gerbang benteng.  Perisai-perisai besar itu terbuat dari kayu sehingga sangat mudah terbakar setelah disiram minyak.

Gagal. Penyerbuan pertama yang gagal untuk meruntuhkan gerbang benteng.  Pasukan Lawa Agung rupanya tidak menduga bahwa pasukan Galuh Pakuan sudah bersiap sedemikian rupa.

Dari ujung jauh pelataran benteng, Panglima Kelelawar menyaksikan ini sambil menggeleng-gelengkan kepala.  Dia berpikir bahwa penaklukan benteng akan mudah pagi ini.  Ternyata tidak. Panglima benteng ini melakukan tugasnya dengan baik. Sementara, panglimanya sama sekali tidak melakukan tugasnya!  Panglima Kelelawar menggeram marah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun